MK Menolak Gugatan Terkait Usia Capres-Cawapres 21 dan 25 Tahun
Mahkamah Konstitusi (MK) telah menolak gugatan uji materi mengenai Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum yang berkaitan dengan usia calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres), yang harus berusia 21 dan 25 tahun, masing-masing.
Perkara 93/PUU-XXI/2023 dan 96/PUU-XXI/2023 adalah kedua gugatan tersebut.
Amar putusan telah diambil, kata Anwar Usman, ketua MK. Kedua permohonan ditolak. Keputusan ini didasarkan pada fakta bahwa objek yang diajukan untuk uji materi—Pasal 169 huruf q UU Pemilu—tidak jauh berbeda dengan objek yang diminta dalam Perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023.
Sebagian dari permohonan yang diajukan terhadap Perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023 telah diabulkan oleh Mahkamah Konstitusi sebelumnya, yang menghasilkan pemaknaan baru dari Pasal 169 huruf q UU Pemilu.
Dengan demikian, MK memutuskan bahwa Perkara Nomor 93/PUU-XXI/2023 dan 96/PUU-XXI/2023 tidak relevan lagi, dan oleh karena itu, permohonan tersebut ditolak. Tidak ada pertimbangan yang dilakukan terhadap kedudukan hukum pemohon dan topik permohonan.
Seorang warga negara Indonesia bernama Guy Rangga Boro mengajukan Perkara Nomor 93/PUU-XXI/2023, yang meminta agar Pasal 169 huruf q UU Pemilu tidak sesuai dengan UUD NRI 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat secara bersyarat selama tidak diartikan sebagai “berusia paling rendah 21 tahun.”
Sementara itu, Riko Andi Sinaga mengajukan Perkara Nomor 96/PUU-XXI/2023, meminta MK untuk menetapkan bahwa Pasal 169 huruf q UU Pemilu tidak memiliki kekuatan hukum mengikat selama tidak diartikan sebagai “berusia paling rendah 25 tahun”. UUD NRI 1945.
Dalam Perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023, yang diajukan oleh Almas Tsaqibbirru Re A, seorang warga negara Indonesia dari Surakarta, Jawa Tengah, MK sebelumnya telah mengabulkan sebagian dari permohonan tersebut. “Berusia paling rendah 40 tahun atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum, termasuk pemilihan kepala daerah,” menurut perubahan pada huruf (q) Pasal 169 UU Pemilu. Putusan ini menghasilkan banyak pendapat dari hakim konstitusi, termasuk pendapat yang setuju dari dua hakim konstitusi, Enny Nurbaningsih dan Daniel Yusmic P. Foekh, dan pendapat yang tidak setuju dari empat hakim konstitusi, Wahiduddin Adams, Saldi Isra, Arief Hidayat, dan Suhartoyo.