OIKN Menggandeng Masyarakat Adat untuk Melestarikan Hutan Nusantara
Otoritas Ibu Kota Nusantara (OIKN) menyatakan akan menggandeng dan mengakui keberadaan masyarakat adat serta lokal setempat sebagai strategi utama dalam melestarikan hutan dan mewujudkan visi Nusantara sebagai kota hutan berkelanjutan.
Deputi Lingkungan Hidup dan Sumber Daya Alam OIKN, Myrna Safitri, saat berbicara dalam International Conference on Forest City di Universitas Mulawarman, Samarinda, Kalimantan Timur, Rabu, menekankan bahwa masyarakat adat dan lokal memiliki peran penting dalam menjaga kelestarian lingkungan. Peran mereka sangat krusial dalam perlindungan keanekaragaman hayati.
Salah satu langkah yang akan diambil OIKN adalah dengan segera mengeluarkan kebijakan yang mengakui kearifan lokal dan pengetahuan masyarakat adat. Kebijakan ini akan menjadi dasar bagi pengelolaan hutan yang berkelanjutan dan inklusif. “Kami sekarang sedang dalam proses mempersiapkan kebijakan kehutanan masyarakat karena ketika kita memiliki strategi agroforestri, maka harus ada kebijakan yang jelas tentang legalitas masyarakat lokal dalam mengelola hutan,” kata Myrna.
Selain itu, OIKN juga akan menyiapkan kebijakan hutan kemasyarakatan. Hutan kemasyarakatan adalah salah satu bentuk skema perhutanan sosial yang diberikan oleh pemerintah kepada kelompok masyarakat untuk mengelola atau memanfaatkan kawasan hutan dengan tujuan meningkatkan kesejahteraan dan kelestarian lingkungan. Myrna mengatakan kebijakan ini akan memberikan kepastian hukum bagi masyarakat adat dan lokal dalam mengelola hutan dan sumber daya alam di sekitarnya.
OIKN juga saat ini sedang fokus pada perbaikan tata kelola sumber daya alam dan tata guna lahan di IKN. Salah satu strateginya adalah dengan menyiapkan kebijakan perencanaan tata ruang yang bertujuan untuk melindungi 65 persen lahan. Sebagai upaya untuk mengembalikan fungsi ekologis hutan Kalimantan, 65 persen wilayah IKN akan dijadikan sebagai kawasan lindung. Sementara itu, 25 persen didedikasikan untuk pembangunan infrastruktur di IKN, dan 10 persen sisanya untuk kawasan pertanian.
“Kami ingin benar-benar menaati rencana tata ruang dan juga rencana induknya secara detail. Jadi itulah salah satu cara kami untuk memperbaiki tata kelola dalam pembangunan kota hutan,” pungkas Myrna.