Partisipasi Perempuan dalam Pemilu Serentak 2024
Di Pemilu Serentak 2024, setiap sudut jalan di Jakarta dan seluruh Indonesia dipenuhi dengan spanduk atau baliho berukuran raksasa yang menampilkan potret perempuan muda yang tersenyum, lengkap dengan latar belakang pendidikannya dan janji politiknya. Perempuan-perempuan ini mendaftar sebagai calon legislatif untuk Pemilu 2024 dengan nomor urut tertentu.
Terlepas dari kenyataan bahwa penampilan mereka menimbulkan rasa bangga, gambaran perempuan yang terlibat dalam kampanye Pemilu 2024 menunjukkan bahwa perjuangan masih perlu dilakukan. Sebagian besar spanduk menampilkan foto laki-laki sebagai presiden, ketua partai, atau putranya, menunjukkan bahwa perempuan belum sepenuhnya percaya diri dan memerlukan gambar laki-laki sebagai pendukung.
Ini menunjukkan, dari perspektif semiotik, bahwa perempuan masih menghadapi banyak tantangan untuk mencapai keterwakilan 30 persen di parlemen, terutama dalam posisi pengambil keputusan. Perempuan yang bertugas sebagai caleg seringkali memerlukan izin dari suami atau keluarga mereka untuk terlibat dalam politik, yang menunjukkan kekuatan sistem patriarkat di Indonesia.
Pada tahun 2023, Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan 5.526 kasus kekerasan terhadap perempuan dalam rumah tangga (KDRT). Meskipun mengatasi masalah rumah tangga, perempuan juga harus menghadapi persaingan internal di partai politik untuk mendapatkan nomor urut. Selain itu, mereka juga harus mempersiapkan dana kampanye sendiri, yang seringkali merupakan kendala yang besar.
Tantangan datang dari dalam dan dari luar. Karena perempuan lebih cenderung memilih caleg laki-laki daripada rekan perempuan mereka, kuota 30% untuk caleg perempuan hanya tersisa 10%.
Meskipun jumlah pemilih perempuan dan laki-laki sama, sekitar 101 juta orang, perempuan memiliki peran yang signifikan dalam Pemilu 2024. Namun demikian, perempuan masih menghadapi tantangan dalam memilih pemimpin yang mendengarkan suara mereka dan menangani masalah yang dihadapi oleh perempuan.
Selain itu, fenomena konflik antara perempuan menarik perhatian, di mana ketidakjujuran dan ketidakberanian dalam berkomunikasi dapat menyebabkan pertempuran internal yang sulit diselesaikan.
Dengan jumlah perempuan pemilih yang signifikan pada Pemilu 2024, ada kemungkinan bahwa gerakan perempuan akan berkembang menjadi sahabat perempuan. Gererakan ini dapat berfungsi sebagai kontras dari konflik yang terjadi antara perempuan. Jika perempuan dapat memecahkan masalah yang mereka hadapi, termasuk KDRT, peran mereka dalam berbagai aspek kehidupan dapat meningkat.