Pemerintah Kabupaten Tabalong Provinsi Kalimantan Selatan, melalui Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman (Disperkim) setempat, mengumumkan bahwa mereka telah menetapkan kuota pelepasan kawasan hutan di ‘Bumi Saraba Kawa’ sebesar sekitar 3.000 hektare.
“Kuota Tabalong untuk pelepasan kawasan hutan sekitar 3.000 hektare dan sejak tahun 2014 kita telah mengusulkan enclave (daerah kantong),” jelas Kabid Pertanahan Dinas Perkim Tabalong, Rahmi Muthmainah di Tabalong, pada hari Selasa.
Rahmi menjelaskan bahwa pelepasan kawasan hutan ini melibatkan perubahan peruntukkan kawasan hutan produksi menjadi bukan kawasan hutan.
Dia juga menyebutkan bahwa terdapat 39 desa di tujuh kecamatan yang masuk dalam kawasan hutan, yaitu Muara Uya, Murung Pudak, Upau, Bintang Ara, Jaro, Haruai, dan Tanjung.
Dari tujuh kecamatan tersebut, kawasan hutan produksi yang tidak produktif mencakup Kecamatan Tanjung dengan luas 1.361,3 hektare dan Bintang Ara sebesar 81,37 hektare.
Selain itu, untuk keperluan permukiman transmigrasi, bersama dengan fasilitas sosial dan fasilitas umum, telah diberikan persetujuan prinsip pelepasan kawasan hutan di Kecamatan Muara Uya seluas 167,59 hektare dan Bintang Ara seluas 373,38 hektare.
Sebelumnya, Pemkab Tabalong telah mengadakan sosialisasi mengenai inventarisasi dan verifikasi penguasaan tanah dalam rangka penataan kawasan hutan, yang diikuti oleh para kepala desa.
Kepala Bagian Pemerintahan Setda Tabalong, Gusti Judid Ihsan Permana, menjelaskan bahwa para kepala desa dan camat di wilayah yang masuk ke dalam kawasan hutan dapat memanfaatkan kuota yang disediakan oleh Balai Pemantapan Kawasan Hutan dan Tata Lingkungan.
“Pelepasan kawasan hutan bisa diajukan melalui usulan dari masyarakat atau desa, jadi kuota ini harus dimanfaatkan,” jelas Judis.
Selanjutnya, tim verifikasi lapangan akan melakukan pemeriksaan berkas terkait permohonan pelepasan kawasan hutan di Tabalong pada bulan Oktober 2023. Kelengkapan permohonan mencakup rekapitulasi daftar pemohon, sketsa kolektif tanah, surat pernyataan penguasaan fisik bidang tanah, dan pakta integritas kepala desa/lurah.
Persyaratan ini mengacu pada Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 7 tahun 2021 serta Peraturan Presiden Nomor 88 tahun 2017 mengenai perencanaan kehutanan, perubahan peruntukkan kawasan hutan, perubahan fungsi kawasan hutan, dan penggunaan kawasan hutan.