Pemerintah Pertimbangkan Pengenaan Cukai untuk Tiket Konser dan Makanan Cepat Saji
Pemerintah sedang mempertimbangkan perluasan objek cukai untuk meningkatkan penerimaan negara. Beberapa item yang sedang dikaji oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan meliputi tiket konser, deterjen, dan makanan cepat saji.
Direktur Teknis dan Fasilitas Ditjen Bea dan Cukai Kemenkeu, Iyan Rubianto, mengungkapkan hal ini saat memberikan kuliah umum bertema “Menggali Potensi Penerimaan Cukai” di PKN STAN yang disiarkan secara daring pada Rabu (24/7).
Dalam paparan tersebut, Iyan menjelaskan bahwa beberapa barang yang menjadi objek kajian perluasan cukai termasuk rumah, tiket hiburan, fast food, tissue, smartphone, MSG, batu bara, dan deterjen. “Kami pernah mempertimbangkan pengenaan cukai untuk rumah mewah dan tiket konser. Misalnya, rumah-rumah yang harganya mencapai miliaran rupiah atau tiket konser. Beberapa tahun lalu, kami juga sempat memikirkan cukai untuk CD,” kata Iyan.
Dia menambahkan bahwa prakajian ekstensifikasi cukai ini masih dalam tahap awal dan banyak pertimbangan yang harus diperhitungkan oleh pemerintah. “Ini adalah dorongan positif untuk menjadikan prakajian ini sebagai inspirasi,” tambahnya.
Pemerintah juga telah mengkaji pengenaan cukai untuk barang-barang seperti plastik (kantong plastik, alat makan sekali pakai, styrofoam, dan diapers), bahan bakar minyak (BBM), serta produk pangan olahan yang tinggi natrium dan minuman bergula dalam kemasan. Pengenaan cukai pada barang-barang ini dianggap penting untuk mengurangi tingkat obesitas dan diabetes di Indonesia.
“Berdasarkan studi bersama WHO di Swiss, bukan hanya gula yang berbahaya, tetapi juga pemanis buatan. Kami melihat MBDK (minuman bergula dalam kemasan) sebagai salah satu cara untuk membantu mengatasi masalah kesehatan seperti diabetes dan stroke yang sering terjadi pada anak muda,” jelas Iyan.
Lebih lanjut, Iyan menjelaskan bahwa perluasan objek cukai ini diperlukan karena penerimaan cukai saat ini didominasi oleh cukai hasil tembakau, yang menyumbang 95% dari total penerimaan cukai. Selain itu, rasio penerimaan cukai terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia masih tergolong rendah. Saat ini, Indonesia memiliki jumlah barang kena cukai (BKC) paling sedikit di ASEAN, yaitu hanya etil alkohol, minuman keras, dan hasil tembakau.
Sebagai perbandingan, negara-negara ASEAN lainnya memiliki jumlah BKC yang lebih banyak: Brunei (22 BKC), Thailand (21 BKC), Laos (18 BKC), Vietnam (16 BKC), dan Kamboja (13 BKC).