Penderita Kanker Paru di Indonesia, Khususnya Perempuan, Memiliki Usia yang Lebih Muda
Menurut Dr. Sita Laksmi Andarini, Ph.D., SpP (K), Ketua Kelompok Kerja Onkologi Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI). Angka kasus kanker paru di Indonesia lebih muda 10 tahun daripada rata-rata di negara lain, terutama di kalangan perempuan. Terpengaruhi oleh tingginya jumlah perokok, yang berdampak pada paparan asap rokok keluarga, khususnya anak-anak dan cucu.
Dalam diskusi kesehatan online di Jakarta, Sita menyatakan bahwa angka kejadian kanker paru di Indonesia rata-rata sekitar 58 tahun. 10 tahun lebih muda daripada data negara lain yang berkisar antara 63-68 tahun.
Bagi perokok, risiko meningkat sebanyak dua puluh kali lipat. Dua faktor utama penurunan usia kejadian kanker paru adalah usia mulai merokok yang lebih muda serta paparan rokok pada perempuan tanpa merokok.
Laki-laki dengan frekuensi merokok tinggi juga dapat mempengaruhi seluruh keluarga mereka, meningkatkan risiko pada perempuan dengan riwayat.
Dokter Spesialis Pulmonologi dari Universitas Indonesia ini berbicara tentang gejala kanker paru yang harus terperhatikan. Seperti sesak napas, batuk berdarah, nyeri dada, dan gejala yang mirip dengan stroke yang tersebabkan oleh penyebaran kanker dari paru ke otak.
Rokok elektronik, shisha, dan rokok lain memiliki tingkat nikotin yang tinggi, meningkatkan risiko kanker paru-paru hingga 30x lipat terbandingkan dengan rokok konvensional.
Pencegahan dini meningkatkan kelangsungan hidup hingga 5 tahun. Sita merekomendasikan skrining dengan dosis rendah CT Scan (LDCT) untuk mendeteksi stadium awal, yang dapat meningkatkan tingkat penemuan diagnosis sebanyak 23%.
Semua orang berusia 45 tahun ke atas, perokok aktif atau pasif, orang yang telah berhenti merokok selama 10 tahun, dan orang yang bekerja di lingkungan yang berisiko. Seperti yang terpapar bahan kimia, harus menjalani pemeriksaan. Selain itu, orang di bawah 40 tahun yang memiliki riwayat keluarga kanker paru-paru juga harus terperiksa.