Peneliti Ungkap Asal Usul Manusia Indonesia di Pulau Sumba
Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) mengungkapkan bahwa Pulau Sumba telah dihuni manusia setidaknya sejak 2.800 tahun lalu, berdasarkan pertanggalan di Situs Melolo. Penemuan ini diungkap oleh Retno Handini, peneliti dari Pusat Riset Arkeologi Lingkungan, Maritim, dan Budaya Berkelanjutan (PR ALMBB) BRIN, yang meneliti kekayaan peninggalan prasejarah Austronesia dan budaya berkelanjutan di Sumba.
Retno menjelaskan bahwa penelitian difokuskan pada tiga dari empat situs di Pulau Sumba, yaitu situs Lambanapu, Mborombaku, dan Melolo. Situs Lambanapu diperkirakan dihuni sekitar 2.600 tahun lalu, sedangkan Situs Mborombaku adalah situs yang relatif lebih muda, sekitar 1.300 tahun yang lalu.
Dalam eskavasi di Situs Melolo, ditemukan 26 kerangka individu yang diperkirakan berusia ratusan ribu tahun dan benda-benda kuno seperti kendi yang diukir. Di Situs Lambanapu, yang digali pada 2015 hingga 2016, ditemukan 52 makam leluhur suku Sumba dan 58 kuburan tanpa wadah makam. Penemuan di sini juga mencakup benda-benda peninggalan seperti cincin, mutiara, dan kendi dari tanah liat dengan hiasan ukiran.
Di situs Mborombaku, ditemukan lokasi dekat Sungai Kadahang, Kecamatan Haharu, Kabupaten Sumba Timur, yang diperkirakan sebagai tempat pendaratan pertama leluhur Sumba. Selain itu, ditemukan juga peninggalan keramik seladon Fujian dari Dinasti Yuan pada abad ke-13.
Hingga saat ini, beberapa budaya di Sumba masih bertahan, termasuk tradisi kubur batu (reti), sirih pinang, katoda, rumah adat, serta ritual seperti tengi watu (tarik batu), hamayang, dan kematian. Tradisi-tradisi ini didukung oleh kepercayaan asli mereka, Marapu, yang menghormati leluhur dan menjaga ajaran nenek moyang dalam kehidupan sehari-hari.
Kepala Pusat Riset ALMBB BRIN, Marlon Ririmase, mengatakan bahwa riset prasejarah Austronesia merupakan bagian fundamental dalam arkeologi, terutama terkait dengan asal-usul masyarakat dan budaya Nusantara. Menurutnya, terdapat hubungan antara migrasi penutur Bahasa Austronesia dengan kawasan sekitarnya, yang berkaitan dengan pengetahuan dan tradisi maritim serta teknologi bahari masyarakat Indonesia.
“Penemuan ini menambah pemahaman kita tentang keragaman budaya masyarakat tradisional Indonesia dan memberikan prospek baru untuk riset-riset arkeologi di masa depan,” kata Marlon. Ia menekankan pentingnya meneliti ekspresi budaya material yang berciri monumental, seperti tradisi megalitik, yang menjadi penanda ikonik sejarah budaya masyarakat Sumba yang masih lestari hingga kini.