Penelitian Mengungkap Perbedaan Wajah Orang Kaya dan Orang Miskin, Apa Hasilnya?
Sebuah penelitian terbaru dari University of Glasgow, Skotlandia, telah mengungkap perbedaan dalam penilaian dangkal masyarakat terhadap wajah orang kaya dan orang miskin. Penelitian ini, yang melibatkan partisipan dari budaya Barat dengan kulit putih, menentukan fitur wajah apa yang dianggap terkait dengan status sosial tinggi atau rendah. Namun, penting untuk dicatat bahwa fitur wajah yang dimaksudkan dalam penelitian ini hanyalah menurut persepsi atau anggapan dari partisipan, dan belum tentu mencerminkan kenyataan.
Studi ini, yang dilaporkan oleh laman University of Glasgow pada Kamis (25/1/2024), menunjukkan bahwa masyarakat sering kali membentuk kesan tentang status kelas sosial seseorang hanya dari penampilan fisik mereka. Namun, faktor-faktor yang secara spesifik mempengaruhi kesan ini, serta hubungannya dengan stereotip tertentu, masih belum sepenuhnya dipahami.
Berdasarkan penelitian yang diterbitkan dalam APA Journal of Experimental Psychology, teridentifikasi bahwa persepsi terhadap status sosial terkait dengan beberapa fitur 3D tertentu. Orang yang dianggap kaya cenderung memiliki wajah yang lebih sempit atau kecil, mulut terangkat dan tersenyum, alis terangkat, jarak mata yang rapat, serta kulit yang tampak cerah dengan rona wajah yang hangat. Masyarakat juga mengaitkan fitur-fitur ini dengan atribut-atribut positif seperti kepercayaan, kompetensi, dan kehangatan. Di sisi lain, orang yang dianggap miskin cenderung memiliki wajah yang lebih lebar, pendek, dan datar, serta kulit yang tampak lebih dingin.
Meskipun penelitian ini tidak menyebutkan nama tokoh terkenal, beberapa fitur wajah yang diidentifikasi dalam studi tampak ada pada beberapa miliarder dunia, seperti yang dilaporkan oleh New York Post. Misalnya, Mark Zuckerberg, CEO Facebook, memiliki wajah yang sempit, sementara Jeff Bezos, CEO Amazon, memiliki kulit yang hangat dan kemerahan.
Penulis penelitian, Thora Bjornsdottir, menegaskan bahwa penampilan memang memengaruhi penilaian orang lain, meskipun penilaian tersebut dapat keliru dan merugikan. Dia mengungkapkan bahwa penilaian terhadap status sosial seseorang sering kali didasarkan hanya pada penampilan wajah, yang dapat memiliki konsekuensi yang signifikan, terutama bagi mereka yang dianggap berasal dari kelas sosial yang lebih rendah.
Studi ini juga menunjukkan bahwa stereotip kelas sosial memainkan peran penting dalam hubungan antara penampilan wajah dan penilaian status sosial seseorang. Menurut Rachael E Jack, seorang profesor di bidang Computational Social Cognition, penelitian ini diharapkan dapat mengungkap bias atau kecenderungan yang kurang adil dalam masyarakat, dan membantu mematahkan pandangan yang tidak akurat.
Penelitian serupa sebelumnya juga telah dilakukan oleh University of Toronto, Kanada, yang menemukan bahwa wajah seseorang dapat mencerminkan kekayaan atau kemiskinan. Dalam studi ini, para peserta diminta untuk menebak kekayaan orang sungguhan berdasarkan foto, dan hasilnya menunjukkan tingkat akurasi yang signifikan.
Kesimpulannya, wajah seseorang tidak hanya mencerminkan pengalaman mereka, tetapi juga dapat mempengaruhi cara orang lain memandang mereka. Studi semacam ini dapat membantu memahami bagaimana stereotip dan bias memengaruhi persepsi sosial, serta membuka pintu bagi intervensi yang lebih baik di masa depan.