spot_img

Penjelasan DJP Mengenai Potongan Pajak THR 2024 yang Diyakini Lebih Besar

Date:

Penjelasan DJP Mengenai Potongan Pajak THR 2024 yang Diyakini Lebih Besar

Bandung, Penjuru – Dwi Astuti, Direktur Penyuluhan, Layanan, dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan (DJP Kemenkeu), menyatakan bahwa penerapan sistem Tarif Efektif Rata-rata (TER) tidak meningkatkan potongan pajak bonus Lebaran bagi karyawan pada tahun 2024. Menurut Dwi, tarif TER atau metode tarif efektif rata-rata diterapkan untuk memudahkan penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 (PPh 21) untuk periode pajak dari Januari hingga November. “Penerapan metode perhitungan PPh Pasal 21 menggunakan TER tidak menambah beban pajak yang ditanggung oleh wajib pajak,” ujarnya saat dihubungi oleh Kompas.com pada Selasa (26/3/2024).

Pajak Penghasilan Pasal 21 atau PPh 21 adalah potongan pajak atas penghasilan yang diterima oleh wajib pajak individu untuk pekerjaan, jasa, atau kegiatan yang dilakukan di dalam negeri. Dwi menyebutkan bahwa selama periode pajak Desember, para pengusaha akan menghitung kembali jumlah pajak yang terutang untuk setahun penuh menggunakan tarif umum Pajak Penghasilan Pasal 17. Selain itu, pajak Desember juga akan dikurangi dengan jumlah pajak yang sudah dibayarkan selama bulan Januari hingga November. “Dengan demikian, beban pajak yang ditanggung oleh wajib pajak akan tetap sama,” kata Dwi.

Ramai di Media Sosial

Ada kehebohan di media sosial bahwa potongan pajak bonus Lebaran bagi karyawan swasta pada tahun 2024 terlihat lebih besar dibandingkan tahun sebelumnya. Hal ini disebut sebagai dampak dari penerapan perhitungan pajak menggunakan metode TER mulai tanggal 1 Januari 2024. Salah satu pembicaraan tentang potongan bonus Lebaran 2024 diawali oleh akun media sosial X @hrdbacot pada Selasa (26/3/2024). “Bagaimana rasanya? Sudahkah Anda ingat, bahwa potongan pajak sudah diingatkan jauh-jauh hari sebelum bonus Lebaran cair agar tidak kaget. Meskipun Anda menerima gaji bersih, namun gaji Anda tidak berkurang karena Anda tidak merasakan potongan tersebut. Namun, tetap saja, itu adalah kewajiban pajak pribadi yang didukung oleh perusahaan untuk Anda,” tulis mereka.

Perhitungan Pajak THR

Dwi mengungkapkan bahwa jika menggunakan metode perhitungan PPh Pasal 21 sebelum TER, pengusaha akan melakukan dua kali perhitungan dengan tarif Pasal 17, yaitu PPh 21 untuk gaji dan PPh 21 untuk bonus Lebaran. Sementara itu, dengan penerapan sistem TER, pengusaha atau perusahaan hanya perlu menjumlahkan gaji dan bonus Lebaran yang diterima pada bulan bersangkutan, kemudian dikalikan dengan tarif sesuai dengan tabel TER. Namun, Dwi mengonfirmasi bahwa jumlah PPh Pasal 21 yang dipotong pada bulan penerimaan bonus Lebaran, dalam kasus ini pada Maret 2024, memang akan lebih besar dibandingkan bulan-bulan lainnya. “Karena jumlah penghasilan yang diterima lebih besar, sebab terdiri dari komponen gaji dan bonus Lebaran,” ungkap Dwi.

DJP sendiri telah membuat buku panduan untuk menghitung pemotongan PPh 21 guna memudahkan masyarakat dalam memahami TER. Buku panduan ini dapat diakses melalui tautan berikut: https://pajak.go.id/id/sinopsis-ringkas-dan-unduh-buku-cermat-pemotongan-pph-pasal-2126.

Perhitungan PPh 21 menggunakan TER

Seperti yang dikutip dari Kompas.com, Jumat (26/1/2024), perubahan dalam perhitungan PPh 21 diatur melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 58 Tahun 2023 tentang Tarif Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 atas Penghasilan Sehubungan dengan Pekerjaan, Jasa, atau Kegiatan Wajib Pajak Orang Pribadi. Melalui PP Nomor 58 Tahun 2023, pemerintah membagi TER menjadi dua jenis, yaitu TER bulanan dan TER harian. TER bulanan diberikan kepada wajib pajak yang menerima penghasilan bulanan dan memiliki status pegawai tetap. TER harian dikenakan kepada wajib pajak dengan penghasilan harian, mingguan, satuan, atau borongan dan memiliki status pegawai tidak tetap. TER digunakan untuk menghitung besaran PPh untuk setiap periode pajak kecuali periode pajak terakhir (Desember) atau periode sebelas bulan pertama (Januari-November).

Besaran TER bulanan sendiri dibagi menjadi tiga kategori, yaitu A, B, dan C. Kategori ini didasarkan pada penghasilan tidak kena pajak (PTKP) sesuai dengan status perkawinan dan jumlah tanggungan wajib pajak. Berikut Rinciannya :

TER Bulanan A

  • Belum menikah tanpa tanggungan (TK/0)
  • Belum menikah dengan satu tanggungan (TK/1)
  • Menikah tanpa tanggungan (K/0).

TER Bulanan B

  • Belum menikah dengan 2 tanggungan (TK/2)
  • Belum menikah dengan 3 tanggungan (TK/3)
  • Menikah dengan 1 tanggungan (K/1)
  • Menikah dengan 2 tanggungan (K/2).

TER Bulanan C

  • Menikah dengan tiga tanggungan (K/3).

Tarif yang dikenakan untuk setiap kategori berkisar antara nol persen hingga tiga puluh empat persen, tergantung pada besaran penghasilan yang diterima setiap bulan. Sementara itu, untuk menghitung PPh pada periode pajak terakhir atau bulan terakhir (Desember), digunakan ketentuan lama yang diatur dalam Pasal 17 ayat (1) huruf a Undang-Undang Pajak Penghasilan, yaitu:

  • Penghasilan dari Rp 0 sampai dengan Rp 60 juta per tahun dikenakan tarif pajak 5 persen.
  • Penghasilan di atas Rp 60 juta sampai Rp 250 juta per tahun dikenakan tarif pajak 15 persen.
  • Penghasilan di atas Rp 250 juta sampai Rp 500 juta per tahun dikenakan tarif pajak 25 persen.
  • Penghasilan di atas Rp 500 juta sampai Rp 5 miliar per tahun dikenakan tarif pajak 30 persen.
  • Penghasilan di atas Rp 5 miliar per tahun dikenakan tarif pajak 35 persen.

Contoh perhitungan PPh 21

Sebagai contoh, Pak R adalah pegawai tetap di perusahaan PT ABD dan menerima gaji bulanan sebesar Rp 10 juta serta membayar iuran pensiun sebesar Rp 100.000 per bulan. Pak R menikah dan tidak memiliki tanggungan. Artinya, Pak R termasuk dalam kategori TER bulanan A, lapisan 9 (penghasilan di atas Rp 9,65 juta sampai Rp 10,05 juta), sehingga TER bulanan adalah 2 persen. (Tabel tarif efektif bulanan untuk kategori A dapat dilihat di sini pada halaman 40).

Berikut adalah perhitungan menggunakan metode lama :

  • Gaji = Rp 10 juta
  • Biaya jabatan = 5 persen x Rp 10 juta = Rp 500.000
  • Iuran pensiun = Rp 100.000
  • Penghasilan bersih = gaji – biaya jabatan – iuran pensiun = Rp 9,4 juta
  • Penghasilan bersih per tahun = Rp 9,4 juta x 12 = Rp 112,8 juta
  • PTKP per tahun = Rp 58,5 juta
  • Penghasilan kena pajak (PKP) = penghasilan bersih per tahun – PTKP per tahun = Rp 54,3 juta
  • PPh 21 terutang = Rp 54,3 juta x 5 persen = Rp 2,715 juta
  • PPh 21 per bulan (Januari-Desember) = Rp 226.250

Dengan perhitungan lama tersebut, Pak R dikenakan PPh 21 sebesar Rp 2,715 juta per tahun atau sebesar Rp 226.250 per bulan. Berikut adalah perhitungan menggunakan metode baru :

  • PPh 21 per bulan untuk periode Januari-November = penghasilan bruto x TER bulanan = Rp 10 juta x 2 persen = Rp 200.000 per bulan
  • PPh 21 untuk bulan Desember = PPh 21 terutang menggunakan metode lama – PPh 21 untuk periode Januari-November = Rp 2,715 juta – Rp 2,2 juta = Rp 515.000

Dengan demikian, total PPh 21 setahun yang dikenakan kepada Pak R sebesar Rp 2,715 juta, sedangkan per bulan adalah Rp 200.000.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Share post:

Subscribe

spot_img

Popular

More like this
Related

bank bjb Raih Penghargaan Top 20 Financial Institution 2024 dari The Finance

JAKARTA – bank bjb terus menunjukkan komitmennya dalam memperkuat posisinya sebagai salah...

bank bjb Jalin Kerjasama dengan PT Geo Dipa Energi (Persero) Terkait Layanan Perbankan

BANDUNG - bank bjb terus memperkuat sinergi dan kolaborasi sebagai bagian dari strategi...

Wujudkan Pertumbuhan Bersama, bank bjb Efektif Setorkan Modal ke Bank Jambi

BANDUNG - bank bjb terus menunjukkan komitmennya untuk mendukung pengembangan Bank Pembangunan Daerah...

Bandung bjb Tandamata Resmi Umumkan Daftar Pemain Tim Putri

BANDUNG – Bandung bjb Tandamata resmi mengumumkan daftar pemain tim voli putri...