Perangkap Siklus Narkoba, Jerat yang Tak Pernah Berakhir
Di saat fajar baru saja mulai menyingsing, keramaian di Terminal Tanjung Priok, Jakarta Utara semakin bertambah seiring dengan kehebohan yang terjadi di dekat pintu keluar terminal. Belasan petugas dari Badan Narkotika Nasional (BNN) sedang sibuk mengamankan beberapa individu. Tentu saja, semuanya terkait dengan kasus penyalahgunaan narkoba.
Para petugas tampaknya telah menunggu kedatangan bus hijau rute Bangkalan – Tanjung Priok. Mereka telah memiliki profil target operasi untuk hari itu: seorang pemuda dari Bangkalan yang mengenakan peci hitam dan sarung, serta membawa seekor ayam jantan petarung. Di kandang ayam itulah, pelaku dengan inisial SH menyembunyikan sabu senilai dua miliar rupiah.
Sabu tersebut dibungkus dengan rapi di bagian bawah kandang ayam yang berwarna merah hitam. Selain SH, seorang remaja yang belum mencapai usia 20 tahun, bernama H, juga diamankan oleh petugas. H adalah seorang remaja yang tinggal di desa yang sama dengan kurir SH. Meskipun H hanya seorang anak yatim piatu yang sering membantu ibunya berjualan sate di dekat gedung KPK Kuningan, Jakarta Selatan, namun dia terlibat dalam insiden ini.
Dengan wajah tergopoh-gopoh, H digiring oleh petugas ke kantor untuk pemeriksaan lebih lanjut. Ia ditangkap karena dilihat bersama SH ketika keduanya turun dari bus malam di Terminal Tanjung Priok. Namun, penyelidikan lebih lanjut menunjukkan bahwa H tidak terlibat dalam kegiatan tersebut, dan mereka hanya mengenal satu sama lain karena berasal dari desa yang sama.
Namun, nasib berkata lain bagi H. Ketika petugas hendak mengembalikannya kepada ibunya yang sudah datang ke kantor BNN, H harus menjalani tes urine sesuai standar yang diterapkan oleh BNN. Sayangnya, hasil tes urine menunjukkan bahwa H positif mengonsumsi methamphetamine alias sabu. Akibatnya, H kembali ditahan untuk mengikuti serangkaian kegiatan asesmen.
Bermula Dari Pertemanan
Saya memanggil H ke ruangan tempat saya bekerja, ingin tahu bagaimana ia terjerumus ke dalam penggunaan narkoba. H mengaku bahwa awalnya ia ditawari oleh teman-temannya yang sudah terbiasa menggunakan narkoba. Tentu saja, tawaran tersebut gratis, cerita klasik yang sering dialami oleh para pengguna narkoba lainnya. Pengalaman H tidak jauh berbeda dengan pengguna narkoba lainnya yang telah saya temui di BNNP DKI Jakarta. Namun, ada sedikit perbedaan dalam cerita-cerita tersebut, di mana beberapa individu tertarik untuk mencoba narkoba tanpa adanya tawaran langsung. Mereka terpengaruh oleh lingkungan sosial di sekitarnya yang terbiasa menggunakan narkoba.
Kembali ke cerita H, dia berasal dari keluarga tidak mampu dan sering membantu ibunya dengan mengasuh adik dan keponakannya yang yatim piatu. Dia mengambil pekerjaan sampingan seperti mencari rumput untuk dua ekor sapi kakaknya dan menerima orderan antar-jemput tetangga dengan motor. Uang yang dia dapatkan dari pekerjaan-pekerjaan tersebut seringkali digunakan untuk membeli sabu. Awalnya, H mendapatkan sabu dari teman-temannya, namun seiring berjalannya waktu, dia dapat membelinya langsung dari pengedar yang direkomendasikan oleh temannya.
Pola ini seringkali terjadi dalam siklus penggunaan narkoba, di mana individu akan secara mandiri terhubung dengan pengedar lainnya. Setelah menjadi pengguna reguler, seperti H, seseorang bisa naik kelas menjadi kurir kecil-kecilan untuk memenuhi kebutuhannya sendiri, bahkan mendapatkan sabu secara gratis dan mendapat tambahan upah yang lumayan. Siklus berikutnya adalah menjadi kurir profesional atau bahkan pengedar, seperti yang dialami oleh tetangga H, SH.
Jalan Keluar bagi Penyalahguna
Untunglah, baik SH maupun H tinggal di Indonesia. Jika mereka berada di Amerika, mereka mungkin akan terjebak dalam jaringan kartel narkoba, dengan nasib hidup mereka terikat pada kontrak perang yang berujung pada kematian. Di Indonesia, sebagian besar pelaku penyalahgunaan dan perdagangan narkoba tidak memiliki intensi khusus untuk melakukan kejahatan.
Motivasi dasar mereka adalah pragmatisme ekonomi. Bagi pengguna narkoba, intensi mereka bervariasi, tetapi mereka umumnya melihat narkoba sebagai solusi sesaat atas masalah fisik dan mental mereka. Menurut data dari BNN, ada sekitar 3,3 juta penyalahguna narkoba di Indonesia. Mereka memerlukan bantuan untuk kembali ke jalur kehidupan yang normal, tanpa adanya stigma yang dapat membuat mereka merasa terpinggirkan. Semakin mereka merasa terisolasi, semakin besar kemungkinan mereka akan terjerumus lebih dalam ke dalam perangkap narkoba.
Oleh karena itu, penting untuk terus memberikan dukungan kepada mereka dan memberikan kesempatan untuk hidup bebas dari narkoba. Karena pada akhirnya, narkoba adalah perangkap yang tak berujung, menjauhkan mereka dari kebahagiaan dan semakin mendekatkan mereka pada kesengsaraan.