Pertama di Indonesia! Inilah Produsen Bahan Baku Komponen Baterai EV
Indonesia saat ini tengah mendorong pembangunan ekosistem baterai kendaraan listrik, didukung oleh cadangan nikel terbesar di dunia. Nikel, bahan baku utama komponen baterai kendaraan listrik, kini diproduksi secara nyata di Indonesia. Indonesia telah memproduksi Mixed Hydroxide Precipitate (MHP) dan nikel sulfat.
Siapakah produsen nikel tersebut?
Perusahaan nikel pertama yang berhasil memproduksi MHP dan nikel sulfat di Indonesia adalah PT Trimegah Bangun Persada Tbk (NCKL) atau Harita Nickel.
Direktur Utama NCKL Roy Arman Arfandy menyatakan bahwa perusahaan ini kini memasok kebutuhan komponen baterai kendaraan listrik, khususnya prekursor katoda baterai berupa MHP dan nikel sulfat. Roy menyebut perusahaannya sebagai produsen MHP pertama di Indonesia.
Pabrik MHP dan nikel sulfat ini dikelola oleh PT Halmahera Persada Lygend, anak usaha NCKL, yang berlokasi di Pulau Obi, Halmahera Selatan, Maluku Utara.
“Perusahaan smelter pertama kami telah beroperasi sejak 2017 dan kami melanjutkan ekspansi ke bahan baku baterai mobil listrik pada tahun 2018. PT Halmahera Persada Lygend menjadi produsen MHP pertama di Indonesia,” ungkap Roy kepada CNBC Indonesia dalam program Mining Zone, Jumat (19/7/2024).
“Indonesia, khususnya Harita Nickel, saat ini menjadi satu-satunya produsen nikel sulfat dan kobalt sulfat di Indonesia,” tambahnya. “Nikel sulfat dan kobalt sulfat adalah produk utama untuk membuat prekursor katoda bagi baterai mobil listrik.”
Permintaan nikel dunia tetap tinggi untuk memenuhi kebutuhan industri lain, seperti industri stainless steel. “Industri stainless steel membutuhkan banyak bahan baku berbasis nikel, khususnya nickel pig iron atau feronikel. Kami juga memproduksi feronikel dan menjualnya kepada pabrik-pabrik stainless steel di luar negeri,” lanjut Roy.
PT Trimegah Bangun Persada Tbk (NCKL) atau Harita Nickel mencatatkan laba sebesar Rp5,62 triliun sepanjang tahun 2023, meningkat 20% dari tahun sebelumnya. Pertumbuhan laba ini didorong oleh peningkatan pendapatan sebesar 149% menjadi Rp23,86 triliun pada tahun 2023.
Pertumbuhan ini didorong oleh peningkatan volume penjualan dari bisnis pemrosesan bijih nikel, termasuk smelter baru PT Halmahera Jaya Feronikel (HJF), yang memproses saprolit (bijih nikel kadar tinggi) berbasis pirometalurgi (RKEF) yang menghasilkan feronikel. Ada juga lini produksi tambahan dari PT Halmahera Persada Lygend (HPL), yang memurnikan limonit (bijih nikel kadar rendah) berbasis hidrometalurgi (HPAL) untuk menghasilkan bahan baku baterai kendaraan listrik.
Harita Nickel mencatat kenaikan volume penjualan bijih nikel sebesar 98%, mencapai 15,38 juta wmt (wet metric ton) dibanding 7,77 juta wmt pada tahun 2022. Penjualan tersebut terdiri dari 6,30 juta wmt saprolit, naik 235% dari 1,88 juta wmt, dan 9,08 juta wmt limonit, naik 54% dari 5,89 juta wmt.
Dari bisnis pengolahan dan pemurnian nikel, Harita Nickel membukukan peningkatan produksi feronikel sebesar 300%, dari 25.372 ton di 2022 menjadi 101.538 ton di 2023, serta kenaikan produksi MHP sebesar 50%, dari 42.310 ton di 2022 menjadi 63.654 ton di 2023.