Pimpinan KPK : Ketidaksesuaian LHKPN Pejabat Tidak Benar Bisa Terlihat Secara Kasatmata
Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata, mengungkapkan kemampuannya untuk mendeteksi ketidaksesuaian laporan harta kekayaan penyelenggara negara (LHKPN) dengan gaji yang diterima oleh mereka. Setelah delapan tahun berkiprah di KPK, Marwata menyatakan bahwa hal ini dapat terlihat dengan jelas.
“Dalam pengalaman delapan tahun saya di KPK, saya dapat dengan mudah melihat ketidaksesuaian dalam LHKPN anggota dewan Komisi III yang saya hormati. Hal ini sangat mencolok, dan kita dapat menduga bahwa ada ketidakbenaran dalam laporan tersebut,” ujar Marwata dalam rapat kerja dengan Komisi III DPR di Senayan, Jakarta, pada hari Selasa (11/6).
Marwata memberikan contoh tentang aparatur penegak hukum yang memiliki gaji tertentu namun memiliki jumlah aset yang tidak masuk akal. Namun, menurutnya, KPK tidak memiliki kewenangan untuk menyita aset atau harta yang tidak masuk akal tersebut karena tidak diatur dalam undang-undang.
Oleh karena itu, Marwata juga mengajukan agar DPR segera membahas dan mengesahkan RUU Perampasan Aset dan RUU Pembatasan Uang Kartal.
RUU Perampasan Aset diharapkan dapat memberikan kewenangan kepada KPK untuk menyita aset atau harta penyelenggara negara yang tidak sesuai tanpa harus membuktikan tindakan pidana yang dilakukan oleh pejabat tersebut.
“Terkait dengan RUU Perampasan Aset, di sana diatur tentang bagaimana melakukan perampasan aset tanpa harus melalui proses pemidanaan. Jika ini terwujud, kita akan sangat efektif. Kita dapat menggunakan laporan LHKPN sebagai dasar, dan melakukan klarifikasi terhadap penyelenggara negara,” tambahnya.
Dengan adanya RUU Perampasan Aset dan RUU Pembatasan Uang Kartal, diharapkan upaya pemberantasan korupsi di Indonesia dapat menjadi lebih efektif dan terarah, serta memberikan sinyal kuat kepada penyelenggara negara untuk melaporkan kekayaan mereka secara jujur dan akurat sesuai dengan kewajiban yang diatur dalam undang-undang.