Presiden Joko Widodo telah meminta Arifin Tasrif, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), untuk menilai biaya produksi gas bumi. Ini dilakukan untuk membuat harga jualnya ke industri lebih kompetitif, terutama dibandingkan dengan negara-negara di kawasan ASEAN.
Arifin Tasrif menyatakan bahwa evaluasi biaya produksi gas bumi diperlukan untuk membuat struktur ekonomi Indonesia lebih kompetitif di sektor ini dibandingkan dengan negara lain. Hal ini penting karena Indonesia juga mengekspor produksi gas dan minyak ke negara lain.
Arifin Tasrif menyatakan dalam rapat yang dipimpin Presiden Jokowi di Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin, bahwa tim antar kementerian akan melakukan evaluasi tentang biaya produksi gas bumi untuk memastikan harga jualnya sesuai dengan biaya produksinya.
Presiden dan jajaran menteri juga membahas strategi besar untuk eksplorasi dan eksploitasi gas bumi di rapat tersebut. Meskipun Indonesia memprioritaskan penggunaan gas bumi untuk kebutuhan dalam negeri, pemerintah tidak akan melarang ekspornya karena kelebihan produksinya dapat digunakan untuk meningkatkan pendapatan negara.
Selain itu, Arfin Tasrif menyatakan bahwa produksi gas harus dijalankan dengan efektif agar Indonesia dapat memperoleh pasokan gas yang kompetitif untuk mendukung pertumbuhan industri dalam negeri.
Dengan potensi cadangan gas bumi yang besar, Indonesia saat ini menjadi salah satu produsen gas bumi terbesar di dunia. Cadangan diperkirakan sekitar 41,62 triliun kaki kubik (trillion cubic feet/TCF) pada tahun 2021, dengan cadangan potensial sekitar 18,99 TCF.
Neraca Gas Indonesia 2022–2030 menunjukkan bahwa produksi gas bumi nasional diperkirakan akan cukup untuk memenuhi kebutuhan. Diperkirakan akan ada surplus gas bumi sebesar 1.715 juta kaki kubik per hari (MMscfd) selama sepuluh tahun ke depan.
, untuk menilai biaya produksi gas bumi. Ini dilakukan untuk membuat harga jualnya ke industri lebih kompetitif, terutama dibandingkan dengan negara-negara di kawasan ASEAN.){kind=link}