Resesi yang Pernah Dialami Indonesia, Mana yang Terparah?
Sejak Indonesia merdeka 79 tahun lalu, negara ini telah menghadapi resesi sebanyak 3x, yaitu pada tahun 1963, 1998, dan 2020/2021. Ketiga resesi ini memiliki penyebab dan dampak yang berbeda.
Resesi pertama terjadi pada tahun 1963, yang disebabkan oleh hiperinflasi. Pada saat itu, kondisi ekonomi dan politik Indonesia sangat tertekan karena kebijakan konfrontatif, seperti keluar dari Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Inflasi melonjak drastis hingga 119% pada tahun tersebut, dan ekonomi Indonesia mengalami kontraksi. Produk Domestik Bruto (PDB) nasional menurun sebesar 2,24%, pengeluaran rumah tangga menyusut 3,95%, serta ekspor-impor dan investasi masing-masing mengalami penurunan sebesar 26,58% dan 23,69%.
Perbaikan ekonomi baru terjadi setelah periode kelam 1965, dengan lonjakan pertumbuhan yang signifikan pada tahun 1970-an dan 1980-an. Namun, resesi kedua terjadi pada tahun 1998. Resesi ini disebabkan oleh Krisis Keuangan Asia, yang dimulai ketika Thailand meninggalkan kebijakan nilai tukar tetapnya terhadap dolar AS pada Juli 1997. Kebijakan ini menyebabkan banyak perusahaan gagal bayar dan menular ke negara-negara Asia Tenggara, termasuk Indonesia. Krisis menyebabkan nilai tukar rupiah merosot dari Rp 2.500 menjadi Rp 16.900 per dolar AS.
Krisis ini juga mempengaruhi sektor politik dan sosial, hingga menyebabkan jatuhnya Presiden Soeharto setelah 32 tahun memimpin. Selain itu, resesi 1998 meningkatkan angka kemiskinan secara drastis. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah penduduk miskin pada tahun 1996 sebanyak 22,5 juta orang atau sekitar 11,3% dari total populasi, melonjak menjadi 49,5 juta orang atau sekitar 24,2% pada akhir tahun 1998. Jumlah perusahaan industri besar dan menengah juga berkurang dari 22.997 pada tahun 1996 menjadi 20.422 pada tahun 1998, dan jumlah tenaga kerja turun hingga 18,5% atau 3,53 juta orang.
Resesi ketiga terjadi pada 2020/2021, yang berbeda dari resesi sebelumnya karena disebabkan oleh krisis kesehatan. Pandemi Covid-19 yang berasal dari China menyebar secara global dan diumumkan sebagai pandemi oleh Badan Kesehatan Dunia (WHO) pada 13 Maret 2020. Indonesia menerapkan pembatasan aktivitas masyarakat, termasuk sektor ekonomi, yang berdampak pada kontraksi ekonomi.
Selama periode ini, PDB Indonesia mengalami kontraksi selama empat kuartal berturut-turut, mulai dari kuartal II-2020 hingga kuartal I-2021. Ekonomi Indonesia mencatat penurunan tajam sebesar 5,32% pada kuartal I-2020, yang kemudian membaik menjadi -3,49% pada kuartal III, -2,17% pada kuartal IV, dan -0,70% pada kuartal IV 2021. Pertumbuhan ekonomi baru terwujud pada kuartal II-2021 dengan angka 7,07%.
Selama pandemi, angka pengangguran dan kemiskinan melonjak. Data BPS menunjukkan bahwa jumlah penduduk miskin pada September 2020 mencapai 27,55 juta orang, naik 2,76 juta dibandingkan September 2019. Tingkat kemiskinan juga meningkat menjadi 10,19%, yang merupakan level double digit pertama sejak September 2017. Jumlah pengangguran pada Agustus 2020 tercatat sebanyak 9,77 juta orang, meningkat 2,67 juta orang dalam setahun. Selain itu, BPS mencatat sebanyak 1,77 juta penduduk tidak bekerja sementara waktu, dan 24,03 juta penduduk mengalami pengurangan jam kerja akibat dampak pandemi.
