Siapa Saja? 5 Perempuan Pertama di Dunia yang Menjadi Kepala Negara
Dalam sejarah politik di dunia, perempuan sering kali dikesampingkan dari posisi kekuasaan dan urusan politik. Namun, melalui perjuangan yang gigih, beberapa perempuan berhasil menembus dominasi laki-laki dalam dunia politik global. Mereka menjadi contoh inspiratif bagi generasi berikutnya dalam meraih posisi tertinggi dalam suatu negara.
Berikut Adalah 5 Perempuan Pertama Di Dunia Yang Berhasil Menjabat Sebagai Kepala Negara :
- Khertek Anchimaa-Toka : Khertek Anchimaa-Toka menjadi ketua parlemen Republik Rakyat Tuvan dari tahun 1940 hingga 1944, menjadikannya kepala negara perempuan pertama yang terpilih di dunia. Anchimaa memimpin Tuvan melalui Perang Dunia II di pihak Sekutu, sebelum negara tersebut bergabung dengan Uni Soviet pada tahun 1944.
- Vigdís Finnbogadóttir : Terpilih sebagai presiden Islandia pada tahun 1980, Vigdís Finnbogadóttir mencatat sejumlah rekor. Ia adalah wanita pertama di Islandia yang menjadi kepala negara, serta wanita pertama di dunia yang terpilih sebagai presiden suatu negara melalui pemilihan. Dengan masa jabatan 16 tahun, ia juga menjadi kepala negara wanita terlama dalam sejarah.
- Corazon Aquino : Corazon Aquino memimpin Filipina sebagai presiden dari tahun 1986 hingga 1992, menjadi wanita pertama yang memegang jabatan tersebut di sana. Ia juga merupakan presiden perempuan pertama di Asia, terkenal karena perannya dalam memulihkan pemerintahan demokratis di Filipina dan mengakhiri rezim otoriter Ferdinand Marcos.
- Isabel Perón : Isabel Perón, istri presiden Argentina Juan Peron, menjadi presiden Argentina setelah kematian suaminya. Ia menjabat sebagai wakil presiden dari tahun 1973 hingga 1974, sebelum kemudian menjadi presiden dari tahun 1974 hingga 1976. Isabel Perón adalah kepala negara wanita pertama di Argentina dan diakui sebagai presiden wanita pertama di dunia.
- Agatha Barbara : Agatha Barbara adalah presiden perempuan pertama di Negara Malta. Ia terpilih sebagai presiden ketiga Malta pada tahun 1982, mengakhiri masa jabatannya pada tahun 1987. Sebelumnya, Barbara juga memegang rekor sebagai perempuan yang terpilih dalam sepuluh pemilu berturut-turut, menikmati kursi parlemen dari tahun 1947 hingga 1982.
Prestasi dan kontribusi mereka dalam politik tidak hanya memperkuat posisi perempuan dalam arena politik, tetapi juga memberik