Signifikansi Paradigma Persatuan dalam Merealisasikan Aspirasi Indonesia
Anak-anak di Indonesia diajarkan tentang Signifikansi sejarah penjajahan Nusantara atau negara tersebut sebelum menjadi Indonesia selama berabad-abad sejak sekolah dasar. Beberapa ahli bahkan mengatakan bahwa kolonialisme dimulai dengan masuknya Portugis ke Selat Malaka pada tahun 1511, tetapi yang lain mengatakan bahwa itu dimulai dengan pemerintahan Hindia-Belanda setelah VOC berubah menjadi pemerintahan.
Pertanyaan tentang mengapa penjajahan berlangsung begitu lama muncul. Ternyata, jawabannya adalah bahwa perjuangan untuk memerdekakan diri dari kolonialisme harus bergabung. Pada masa itu, mayoritas masyarakat Indonesia tidak memiliki semangat persatuan yang kuat dan cenderung fanatik terhadap kelompoknya sendiri. Jika ada resistensi terhadap penjajahan, biasanya lokal dan tidak terorganisir.
Contohnya, Kesultanan Demak di Jawa dan Kesultanan Mataram melawan tanpa melibatkan kekuatan dari luar Jawa; Tentara Paderi juga melawan tanpa mengumpulkan seluruh rakyat. Sektarianisme masih ada di masyarakat pada awal abad ke-20. Organisasi pemuda seperti Budi Utomo lahir dengan semangat nasionalisme dan antikolonialisme, tetapi fokus mereka masih pada koordinasi di wilayah Jawa-Madura.
Organisasi lokal seperti Al-Irsyad Al-Islamiyah, Muhammadiyah, Jong Java, dan lainnya memiliki visi-misi etnosentris. Kedua fanatisme kesukuan dan keagamaan muncul sebagai komponen yang signifikan. Sebagai contoh, Sarekat Dagang Islam (SDI), yang kemudian berkembang menjadi Sarekat Islam (SI), berdiri untuk melawan orang-orang yang menyebut sebagai “China” yang mengontrol perdagangan nasional.
Dalam konteks ini, perpecahan dan ketidakpersatuan di antara umat Muslim dan bangsa Indonesia menjadi dasar kolonialisme yang berlangsung selama bertahun-tahun. Sampai saat ini, konflik masih mengganggu upaya untuk mencapai kemerdekaan dan mewujudkan kesejahteraan yang adil, sejahtera, merata, dan aman.
Perpecahan mempertahankan kolonialisme dan menghambat kemajuan negara. Di antara umat Muslim, termasuk di dalam organisasi Nahdlatul Ulama (NU), terus terjadi perselisihan dan perbedaan pendapat selama sejarah pemerintahan, terutama selama Orde Lama, Orde Baru, dan awal reformasi.
Untuk memperkuat persatuan, terutama dalam mencapai kemerdekaan, penting untuk menyadari sejarah ini. Di tengah berbagai tantangan, terutama dalam konteks politik saat ini, keharmonisan bangsa harus bertahan. Propaganda yang bertujuan untuk memecah belah negara harus perhatikan.
“Perjuanganku lebih mudah karena melawan penjajah, namun perjuangan kalian akan lebih sulit karena melawan bangsa sendiri,” kata Bung Karno. Akibatnya, agar Indonesia dapat menjadi negara yang adil, makmur, merata, dan sentosa, perlu persatuan yang kuat dan komitmen untuk mengatasi perbedaan.