Strategi Jokowi dalam Mengatasi Krisis Pangan dan Mempertahankan Stabilitas
Pasca Pandemi COVID-19, Krisis Pangan Mengancam Stabilitas Sosial dan Politik
Pasca pandemi COVID-19, krisis pangan telah menjadi ancaman besar bagi para pemimpin dunia. Kekurangan pangan dapat menyebabkan instabilitas sosial dan politik.
Disebabkan oleh disrupsi rantai pasokan global yang dipicu oleh konflik geopolitik di beberapa negara, krisis pangan di Indonesia menjadi perhatian publik sejak awal tahun ini. Fenomena El Niño, yang menyebabkan kekeringan yang berkepanjangan, menjadikannya semakin mengkhawatirkan.
Akibat El Niño, Indonesia, salah satu negara di garis ekuator, telah mengalami kekeringan yang lama, yang berdampak buruk pada produksi pangan di banyak daerah.
El Niño menyebabkan gagal panen di banyak wilayah, termasuk bagian tengah Sumatera hingga selatan, Pulau Jawa, Bali, Nusa Tenggara, Kalimantan bagian selatan, sebagian besar Sulawesi, sebagian Maluku Utara, Maluku, dan Papua bagian selatan. Selain itu, Badan Pusat Statistik (BPS) memperkirakan penurunan produksi beras di beberapa daerah penghasil beras utama.
Selain itu, data menunjukkan peningkatan konsumsi beras Indonesia tahun ini, terutama menjelang akhir tahun. Namun, dampak El Niño telah mengurangi produksi beras Indonesia hingga 1,2 juta ton dari target 30 juta ton tahun ini.
Selain itu, masalah yang serupa dihadapi oleh negara-negara mitra perdagangan pangan Indonesia, yang menghasilkan kebijakan yang membatasi ekspor makanan, yang mengancam pasokan pangan di dalam negeri.
Stabilitas harga dan pasokan pangan harus menjadi prioritas utama pemerintah, terutama menjelang pemilihan 2024. Diharapkan upaya-upaya ini dapat mencegah krisis pangan berkembang menjadi “awan mendung” yang dapat mengganggu stabilitas sosial dan politik di masa mendatang.