spot_img

Tantangan Berat Menteri Keuangan di Era Prabowo Subianto

Date:

Tantangan Berat Menteri Keuangan di Era Prabowo Subianto

Menteri Keuangan yang akan mendampingi Presiden Terpilih Prabowo Subianto di tahun pertama pemerintahannya akan menghadapi tantangan berat. Ketika Prabowo Subianto memulai masa kepemimpinannya, ia akan dihadapkan pada situasi keuangan negara yang cukup menantang. Saldo Anggaran Lebih (SAL) saat ini hanya tersisa Rp 308,49 triliun, sementara utang jatuh tempo yang harus dibayar pada 2025 mencapai Rp 800,33 triliun.

Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025 diperkirakan akan berada di ambang batas defisit yang diizinkan oleh Undang-Undang Keuangan Negara sebesar 3%. Defisit direncanakan mencapai antara 2,45% hingga 2,82% dari Produk Domestik Bruto (PDB), atau sekitar Rp 600 triliun. Penerimaan negara diperkirakan hanya akan mencapai antara Rp 2.890 triliun hingga Rp 2.970 triliun, sedangkan belanja negara diperkirakan antara Rp 3.400 triliun hingga Rp 3.600 triliun.

Utang jatuh tempo pada 2025 terdiri dari Surat Berharga Negara (SBN) sebesar Rp 705,5 triliun dan pinjaman sebesar Rp 94,83 triliun, melompat dari Rp 434,29 triliun pada 2024. Pada tahun-tahun mendatang, utang jatuh tempo diperkirakan akan terus meningkat, mencapai Rp 803,19 triliun pada 2026 dan Rp 802,61 triliun pada 2027. Meskipun ada penurunan pada 2028 menjadi Rp 719,81 triliun, utang jatuh tempo pada 2029, periode terakhir Prabowo menjabat, masih tersisa Rp 622,4 triliun.

Untuk menanggulangi beban defisit Rp 600 triliun dan utang jatuh tempo Rp 800 triliun pada 2025, pemerintah harus mencari dana segar lebih dari Rp 1.000 triliun. Tanpa peningkatan signifikan dalam penerimaan negara, opsi utama yang tersisa adalah strategi gali lubang tutup lubang.

Menurut Chief Economist Bank Syariah Indonesia (BSI) Banjaran Surya Indrastomo, kebutuhan likuiditas yang mencapai sekitar Rp 1.000 triliun pada tahun depan memerlukan pencarian sumber pendanaan baru. Ia menyarankan kemungkinan mencari pembiayaan tambahan melalui instrumen fixed income atau equity market, dengan harapan turunnya suku bunga acuan global.

Koordinator Analis Laboratorium Indonesia 2045 (LAB 45), Reyhan Noor, juga mencatat bahwa opsi refinancing atau gali lubang tutup lubang merupakan pilihan realistis mengingat potensi penurunan suku bunga global. Namun, Reyhan memperingatkan bahwa opsi ini dapat berdampak negatif pada defisit APBN karena meningkatkan beban belanja pembiayaan utang, yang harus tetap sesuai dengan batas defisit maksimal 3% terhadap PDB menurut UU Keuangan Negara Nomor 17 Tahun 2003.

Reyhan mengusulkan bahwa pemerintah dapat memanfaatkan SAL untuk menutupi sebagian dari belanja yang harus dialokasikan dan melakukan realokasi anggaran untuk meningkatkan pendapatan serta memprioritaskan anggaran belanja. Pilihan terakhir, yaitu restrukturisasi utang, dapat mempengaruhi kredibilitas fiskal Indonesia dan sektor keuangan.

Dengan tantangan-tantangan tersebut, menteri keuangan di era Prabowo Subianto akan menghadapi tugas berat untuk mengelola keuangan negara, menjaga defisit APBN, serta menangani utang jatuh tempo yang terus meningkat.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Share post:

Subscribe

spot_img

Popular

More like this
Related

bank bjb Raih Penghargaan Top 20 Financial Institution 2024 dari The Finance

JAKARTA – bank bjb terus menunjukkan komitmennya dalam memperkuat posisinya sebagai salah...

bank bjb Jalin Kerjasama dengan PT Geo Dipa Energi (Persero) Terkait Layanan Perbankan

BANDUNG - bank bjb terus memperkuat sinergi dan kolaborasi sebagai bagian dari strategi...

Wujudkan Pertumbuhan Bersama, bank bjb Efektif Setorkan Modal ke Bank Jambi

BANDUNG - bank bjb terus menunjukkan komitmennya untuk mendukung pengembangan Bank Pembangunan Daerah...

Bandung bjb Tandamata Resmi Umumkan Daftar Pemain Tim Putri

BANDUNG – Bandung bjb Tandamata resmi mengumumkan daftar pemain tim voli putri...