Thrifting, Lebih dari Sekadar Flexing? Eksplorasi Psikologi dan Dimensi Tersembunyi Penggemar Barang Bekas
Meskipun tidak semua orang secara terbuka mengaku sebagai penggemar barang bekas, fenomena thrifting telah menjadi semacam budaya populer eksplorasi global, terutama di kalangan generasi muda. Thrifting, atau kegiatan mencari barang bekas yang bermanfaat, telah mendapat tempat di hati banyak individu, meskipun sering kali dihadapkan pada pandangan negatif dan stereotip.
Tidak hanya sekadar membeli barang bekas dengan harga murah, thrifting mencerminkan serangkaian nilai dan sikap yang meresap dalam psikologi konsumen. Di balik pandangan negatif terhadap praktik ini, terdapat sejumlah faktor yang mendorong popularitas dan pertumbuhan pasar barang bekas dan thrift shop.
Pertumbuhan Pasar Thrift Shop
Laporan dari VOA Indonesia memperkirakan pertumbuhan pasar barang bekas akan meningkat secara signifikan, mencapai 82 miliar dollar AS per tahun pada 2026. Hal ini menunjukkan bahwa kegiatan thrifting bukan hanya tren sementara, melainkan sebuah fenomena yang berkembang pesat.
Generasi Millenial & Z
Survei terhadap Generasi Millenial dan Z menunjukkan bahwa persentase yang tinggi dari mereka menyukai barang bekas. Misalnya, di Amerika, 62 persen generasi muda akan mencari barang bekas sebelum membeli barang baru. Hal ini menunjukkan bahwa thrifting bukanlah semata-mata kegiatan dari kalangan ekonomi rendah, melainkan diminati oleh berbagai lapisan masyarakat, bahkan dari kalangan berpunya.
Nilai & Aspek Psikososial
Selain mencari keuntungan finansial, kegiatan thrifting juga mencerminkan serangkaian nilai dan aspek psikososial dalam diri konsumen. Beberapa dari nilai dan aspek ini meliputi :
- Kebahagiaan : Thrifting dapat memberikan perasaan bahagia dan kepuasan, baik secara rekreasional maupun melalui pengalaman menyenangkan dalam mencari harta karun.
- Prinsip Hidup Berhemat : Thrifting mengajarkan nilai berhemat dan kesadaran finansial dengan membeli barang dengan harga terjangkau dan memanfaatkannya dengan baik.
- Perilaku Pro-Lingkungan : Membeli barang bekas berkontribusi pada pengurangan sampah dan emisi karbon, sehingga mendukung prinsip pembangunan berkelanjutan.
- Nilai Pencarian Kebaruan & Ekspresi Diri : Thrifting memberikan kesempatan untuk mengekspresikan kepribadian dan keunikan diri melalui barang-barang unik dan langka yang ditemukan.
- Berderma & Peduli Sesama : Sebagian dari penjualan barang bekas juga dialokasikan untuk kegiatan amal dan pembangunan masyarakat, sehingga membentuk sikap altruistik dan pro-sosial.
- Memulihkan Kontak Sosial : Thrifting tidak hanya tentang mencari barang, tetapi juga tentang menjalin hubungan sosial, bertemu orang-orang baru, dan membangun kembali relasi sosial.
Melalui kegiatan thrifting, individu tidak hanya mendapatkan barang-barang dengan harga terjangkau, tetapi juga menginternalisasi sejumlah nilai positif dan aspek psikososial yang membentuk karakter dan kepribadian mereka. Sebagai bagian dari budaya konsumen global, thrifting memainkan peran penting dalam membentuk cara pandang dan perilaku konsumsi masyarakat modern.”