Tidak Ada Halangan Bagi Tunanetra untuk Belajar dan Menghafal Al-Qur’an
Bandung, Penjuru – Lantunan ayat suci dalam menghafal Al-Qur’an mengalun dari sebuah ruangan di kompleks pondok pesantren khusus di pinggiran Bandung, Jawa Barat. Suara tersebut berasal dari para santri yang sedang belajar membaca dan menghafal ayat-ayat Al-Qur’an. Yang membedakan, para santri ini adalah penyandang tunanetra.
Meskipun sedang menjalani puasa Ramadhan, mereka tetap memprioritaskan waktu untuk membaca Al-Qur’an dengan penuh ketekunan dan irama qiroah yang terlatih. Qiroah merupakan salah satu keterampilan penting dalam membaca Al-Qur’an dengan indah.
Meskipun melantunkan ayat-ayat suci dalam kegelapan, para santri ini menunjukkan ketekunan luar biasa dalam menghafal dan membaca Al-Qur’an dalam huruf braille.
Ada sekitar 21 santri yang sedang menuntut ilmu di Pesantren Tahfidz Tunanetra Sam’an, yang terletak di Kecamatan Cimenyan, Kabupaten Bandung. Pesantren ini didirikan pada tahun 2018 oleh Ridwan Effendi, seorang tunanetra yang juga lulusan S3 Bahasa Arab.
Sejak masih kuliah, Ridwan telah bercita-cita untuk mendirikan pesantren dan mengembangkan metode untuk memudahkan pembelajaran dan hafalan Al-Qur’an bagi penyandang tunanetra. Pada tahun 2009, dia menerbitkan buku yang berjudul “Metode Sam’an” sebagai bentuk kepedulian terhadap penyandang tunanetra.
Metode Sam’an, yang artinya “mendengar” dalam bahasa Arab, disesuaikan dengan keterbatasan pendengaran para santri tunanetra. Ridwan bukan satu-satunya pengajar di pesantren ini; Zuhud Al Ghifari, Ketua Yayasan Sam’an Netra Mulia Berkah, juga menjadi tenaga pendidik di sana.
Bagi Zuhud, yang juga memiliki keterbatasan penglihatan, menjadi guru tidak mengurangi semangatnya untuk memberikan ilmu kepada santri. Selain metode Sam’an, Zuhud juga menggunakan Al-Qur’an braille dan speaker murotal sebagai media pembelajaran.
Al-Qur’an braille memungkinkan santri tunanetra untuk membaca dengan merasakan titik-titik huruf yang membentuk ayat-ayat suci. Sedangkan speaker murotal membantu mereka dalam mendengarkan dan menghafal Al-Qur’an.
Salah satu santri, Rahmat (22), berharap dapat menyebarkan ilmu yang diperolehnya kepada penyandang tunanetra lainnya. Dia percaya bahwa penyandang tunanetra juga bisa menghafal Al-Qur’an meskipun menggunakan braille.
Zarfa (19), seorang santri perempuan, merasa bahagia karena dapat menuntaskan target hafalan 1 juz Al-Qur’an setiap bulannya. Dia yakin bahwa dengan kesabaran, siapapun bisa belajar membaca dan menghafal Al-Qur’an.
Di bulan suci Ramadhan, Kementerian Agama Bandung memberikan bantuan sembako dan dorongan moral kepada para santri di pesantren tersebut, sebagai bentuk dukungan terhadap semangat mereka dalam mempelajari Al-Qur’an.
Keterbatasan fisik tidak menghalangi para santri di Pesantren Tahfidz Tunanetra Sam’an untuk mengakses pelajaran agama Islam, bahkan untuk belajar membaca dan menghafal Al-Qur’an.