TPDI : Gugatan Batas Usia Calon Presiden dan Wakil Presiden Berpotensi Konflik Kepentingan
Petrus Selestinus, Koordinator Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI), Mengkritik Kemungkinan Konflik Kepentingan Hakim MK dalam Gugatan Batas Usia untuk Calon Presiden dan Wakil Presiden.
Petrus Selestinus, Koordinator Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI), mengatakan dia khawatir tentang kemungkinan konflik kepentingan yang terjadi jika Mahkamah Konstitusi (MK) menetapkan batas usia calon presiden dan wakil presiden menjelang Pemilu 2024.
Menurut Petrus, karena menyangkut kebijakan hukum terbuka atau kebijakan hukum terbuka, permohonan perubahan batas usia pejabat publik biasanya diproses melalui proses legislasi yang melibatkan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Pemerintah.
Dia mengutip beberapa contoh perubahan usia minimum untuk jabatan publik, seperti UU Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden, yang menaikkan usia minimum calon presiden dan wakil presiden dari 35 menjadi 40 tahun, dan UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, yang meninggalkan usia minimum 40 tahun untuk capres dan cawapres.
Petrus juga berbicara tentang perubahan pada batas usia hakim MK yang dibuat melalui proses legislatif di DPR. Ia menekankan bahwa perubahan seperti ini merupakan kebijakan undang-undang bebas yang hanya dapat dilakukan oleh DPR dan pemerintah melalui proses legislatif, bukan oleh MK melalui uji materi UU.
Petrus mengusulkan agar hakim MK menarik diri dari proses uji materi karena ia khawatir bahwa jika proses uji materi mengenai usia calon presiden dan wakil presiden, mereka dapat dipaksa untuk mengubah usia mereka juga. Menurutnya, ini akan mengaburkan perbedaan antara pengawasan konstitusi dan kepentingan pribadi atau partai politik.
Petrus juga menyoroti kemungkinan konflik kepentingan dalam uji materi karena hubungan keluarga Ketua MK, Anwar Usman, dengan Presiden Joko Widodo. Selain itu, ia menekankan bahwa kandidat seperti Gibran Rakabuming Raka—putra sulung Presiden Jokowi yang saat ini menjadi Wali Kota Surakarta dan tidak memenuhi syarat batas usia—akan terkena dampak dari perubahan batas usia calon presiden dan wakil presiden.
Petrus berpendapat bahwa MK harus memastikan bahwa kepentingan konstitusi diutamakan dan bahwa hakim MK bertindak sebagai negarawan daripada mewakili oligarki atau dinasti politik tertentu.