Transformasi Regulasi Hak Kekayaan Intelektual terhadap Karya AI
Akselerasi dalam perkembangan teknologi, khususnya dalam bidang kecerdasan buatan (Karya AI), telah mencapai tingkat yang mengagumkan dalam sepuluh tahun terakhir. Fenomena disrupsi teknologi dan ekspansi AI telah menjadi topik diskusi penting, terutama terkait perlindungan hak kekayaan intelektual terhadap karya yang dihasilkan oleh mesin kecerdasan buatan. Meskipun konsep AI pertama kali muncul pada tahun 1956, kemajuannya terus berlanjut dan memberikan dampak signifikan di berbagai bidang, termasuk kreativitas manusia, komunikasi, dan pengambilan keputusan.
Eksistensi AI dan karya yang dihasilkannya telah menjadi subjek pembahasan yang hangat di berbagai platform media sosial. Dengan kemampuan AI untuk mempelajari dan meniru proses kreatif manusia, produksi konten grafis, film, musik, dan sektor lainnya menjadi lebih mudah dan cepat. Namun, sementara penciptaan konten melalui AI memberikan manfaat dalam meningkatkan efisiensi, juga menimbulkan sejumlah masalah hukum terutama terkait hak cipta.
Elon Musk dan sejumlah kalangan telah menyuarakan kekhawatiran terhadap potensi AI menggantikan pekerjaan manusia dan menjadi kekuatan yang mengganggu dalam sejarah. Pertanyaannya, apakah karya yang dihasilkan oleh mesin kecerdasan buatan dapat diakui dan dilindungi sebagai hak kekayaan intelektual?
Di Indonesia, undang-undang hak cipta memberikan hak eksklusif kepada pencipta karya untuk mengontrol penyalinan, distribusi, dan tampilan publik. Namun, dilema muncul ketika AI dianggap sebagai pencipta. Pengertian “pencipta” dalam undang-undang tersebut tidak secara langsung mencakup mesin kecerdasan buatan. Namun, pengguna AI bertanggung jawab atas karya yang dihasilkan, dan pelanggaran hak cipta yang dilakukan oleh AI dapat ditangani melalui perluasan klausul Work Made For Hire (WMFH) dalam undang-undang hak cipta.
Pemerintah Indonesia perlu mendefinisikan ulang hubungan hukum antara komputer dan manusia dalam kerangka hukum yang jelas. Persoalan hak cipta atas karya AI melibatkan banyak aspek dan sektor, termasuk hak kekayaan intelektual, perlindungan data pribadi, dan privasi. Pemerintah harus memperhatikan regulasi yang relevan dan mengambil langkah untuk memastikan bahwa penggunaan AI berlangsung adil, orisinal, dan transparan, tanpa merugikan pihak yang terlibat.
Di Amerika Serikat, undang-undang telah berupaya mengatur penggunaan AI untuk melindungi masyarakat dari potensi ancaman dan risiko. Di Indonesia, meskipun regulasi terkait masih terbatas, langkah-langkah seperti perluasan WMFH dapat diambil untuk menangani masalah hak cipta karya AI.
Pemerintah perlu memperhatikan kompleksitas masalah ini dan bekerja sama dengan semua pemangku kepentingan untuk menciptakan kerangka hukum yang sesuai dengan perkembangan teknologi AI. Peran negara sangat penting dalam memastikan bahwa pemanfaatan AI tidak hanya membawa manfaat, tetapi juga melindungi hak-hak yang terlibat dalam proses tersebut.