Psikolog klinis anak dan remaja, Vera Itabiliana Hadiwidjojo, S.Psi., dari Lembaga Psikologi Terapan Universitas Indonesia, menyatakan bahwa anak-anak akan mengembangkan empati jika mereka juga diperlakukan secara empatik oleh lingkungan sekitarnya. Vera mengilustrasikan ini dengan contoh saat seorang anak tidak suka makan sayur; dalam hal ini, orang dewasa dapat mencoba memahami perasaan anak dan memberikan pengarahan mengapa makan sayur penting.
Empati, menurut Vera, melibatkan pemahaman terhadap perasaan orang lain. Ketika anak merasa bahwa perasaannya dipahami, mereka akan belajar untuk menerapkan empati pada orang lain. Vera memberikan saran kepada orangtua untuk mengajari anak-anak berbagi, menghormati kepentingan orang lain, dan melatih perilaku seperti antre dengan baik serta tidak merebut milik orang lain.
Vera menekankan bahwa anak-anak belajar melalui contoh yang diberikan oleh orangtua. Oleh karena itu, orangtua dapat memberikan contoh dengan berbagi makanan kepada yang membutuhkan atau dengan mengumpulkan sampah daur ulang untuk diberikan kepada pemulung yang mereka temui di jalan.
Menurut para pakar psikologi, anak-anak yang memiliki empati dapat memahami perasaan orang lain yang mungkin memiliki sudut pandang dan perasaan yang berbeda dari mereka. Mereka juga dapat mengatur respons emosional mereka sendiri, menempatkan diri pada posisi orang lain, dan membayangkan tindakan atau respons yang dapat membantu orang lain merasa lebih baik. Empati biasanya dipengaruhi oleh berbagai faktor, termasuk faktor genetika dan lingkungan, dan tidak muncul begitu saja pada anak-anak.