Waketum MUI Menguraikan 4 Syarat Fondasi untuk Kestabilan Demokrasi
Waketum MUI, K.H. Marsudi Syuhud, menjelaskan empat syarat fondasi utama yang harus dipenuhi agar demokrasi dapat berdiri tegak dan terus berjalan.
“Pertama, proses pengambilan keputusan kebijakan harus dilakukan melalui musyawarah,” kata Marsudi dalam seminar bedah buku Pancasila dari Indonesia untuk Dunia di Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, pada Rabu (21/2).
Dia menekankan bahwa Indonesia telah menerapkan proses pengambilan keputusan kebijakan melalui musyawarah, terutama melalui lembaga seperti MPR dan DPR.
“Fondasi kedua adalah memastikan kemaslahatan hak-hak pribadi atau individu terjamin dan terlindungi,” tambahnya.
“Fondasi ketiga adalah pemerintahan yang melaksanakan kemaslahatan umum untuk kepentingan seluruh pihak, bukan hanya pihak tertentu saja,” lanjut Marsudi.
“Keempat, gotong royong dan solidaritas antar-seluruh golongan untuk mendukung pembangunan bangsa. Nilai-nilai ini harus tercermin dalam Pancasila,” ungkapnya.
Marsudi juga berbagi pengalamannya membahas Pancasila di forum internasional, di mana ia sering diminta untuk menceritakan pengalaman demokrasi Pancasila di negara mayoritas Muslim.
“Negara demokrasi di negara Muslim dapat berjalan jika empat fondasi utama demokrasi berdiri kokoh dan berjalan,” jelasnya.
Dia juga menanggapi pertanyaan seorang mahasiswa tentang apakah kekurangan dan kecurangan dalam Pemilu merupakan cerminan negara Pancasila.
Marsudi menegaskan bahwa jika ada kekurangan dan kecurangan dalam Pemilu, penyelesaiannya harus dilakukan melalui jalur hukum.
“Jika masih ada kekurangan dan kecurangan, bukan negara yang harus dirobohkan atau Pancasila yang harus diganti, tapi kekurangan dan kecurangannya yang harus diperbaiki. Karena kita adalah negara hukum, maka hukum harus dijunjung tinggi. Masyarakat harus mengawal agar hukum bisa berlaku adil,” tegasnya.
Acara tersebut dihadiri oleh sejumlah tokoh, termasuk Kepala Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) K.H. Yudian Wahyudi, Dewan Pakar BPIP Bidang Strategi Hubungan Luar Negeri Darmansjah Djumala, Direktur Sosialisasi dan Komunikasi BPIP Agus Moh. Najib, serta Kepala Pusat Studi Pancasila UGM Agus Wahyudi.