YLKI : Digital Financial Dorong Inklusi, Syaratnya Pinjol Ilegal Harus Dibasmi
Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Menegaskan Peran Digital Financial untuk Inklusi Finansial, Namun Mengecam Pinjaman Online yang Bertentangan dengan Undang-Undang.
Sebagai tanggapan dari Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), digital financial adalah alat yang bermanfaat untuk meningkatkan inklusi finansial. Karena tingkat penerimaan masyarakat masih rendah, mereka menekankan pentingnya memberantas pinjaman online ilegal.
Penggunaan fintech dan digital finansial telah membantu meningkatkan literasi finansial masyarakat, tetapi ada kendala hukum dan kesiapan masyarakat. Dalam konferensi pers yang diadakan di Kantor YLKI di Jakarta, Selasa, Tulus Abadi, Pengurus Harian YLKI, menyatakan bahwa masalah ini bukan hanya masalah utang piutang tetapi juga mencapai tingkat pelanggaran hukum.
YLKI mencatat bahwa selama lima tahun terakhir, pengaduan terkait jasa keuangan telah mendominasi, mencapai 38,2 persen dari 943 pengaduan pada tahun 2023. E-commerce mencapai 13,1 persen, telekomunikasi 12,1 persen, perumahan 6,7 persen, dan listrik 2,4 persen dari total pendapatan.
Persentase aduan mengenai pinjaman online mencapai lima puluh persen, terutama yang berkaitan dengan pinjaman online ilegal, yang disebabkan oleh kurangnya pengetahuan digital dan inklusi finansial masyarakat.
Tulus menyatakan, “Konsumen seringkali hanya membuka aplikasi di handphone mereka dan mengklik tanpa membaca syarat dan ketentuan, termasuk bunga dan metode penagihan. Hal ini menyebabkan konsumen menjadi target dari debt collector, dengan beberapa kasus dramatis seperti bunuh diri, pemecatan, dan perceraian akibat utang piutang dari pinjaman online.”
Menurutnya, pinjaman online seharusnya menjadi inovasi bagus untuk meningkatkan inklusi keuangan, tetapi di Indonesia, mereka justru menjadi masalah karena tidak ada pengurangan efek dan pengawasan, terutama untuk pinjaman ilegal.
Menurut Rio Priambodo, Kepala Bidang Pengaduan dan Hukum YLKI, masalah yang terkait dengan pinjaman online termasuk penagihan (33,6 persen), permohonan keringanan (6,6 persen), pembobolan atau penipuan akun (4,5 persen), dan tagihan bermasalah (3,1 persen). Selain itu, ia mencatat tingkat pembobolan dan penipuan yang tinggi di sektor jasa perbankan, yang menjadi perhatian YLKI. Penipuan dan pembobolan terus terjadi setiap tahun, meskipun perlindungan data pribadi telah diberlakukan sejak 2022.