3.703 Warga Indonesia Menjadi Korban Penipuan dalam 3 Tahun Terakhir
Modus tindak pidana perdagangan orang (TPPO) terus berkembang seiring dengan kemajuan teknologi dan digital, salah satu bentuk TPPO yang semakin sering terjadi adalah scam, atau penipuan online, yang telah menjadi perhatian utama dalam upaya pencegahan korban.
Menurut Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kualitas Anak, Perempuan, dan Pemuda Kemenko PMK, Woro Srihastuti Sulistyaningrum, data dari Kementerian Luar Negeri mengungkapkan bahwa sejak tahun 2020 hingga Maret 2024, sebanyak 3.703 warga Indonesia telah menjadi korban scam. Pelaku penipuan ini umumnya berasal dari negara-negara seperti Kamboja, Filipina, Thailand, Myanmar, dan Laos.
Dari total tersebut, berdasarkan sampel yang diambil dari 484 korban, Woro menjelaskan bahwa mayoritas korban berasal dari Sumatra Utara, diikuti oleh Sulawesi Utara, Kalimantan Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Barat.
“Penting untuk melakukan langkah strategis guna menekan angka TPPO dari Indonesia. Salah satunya adalah dengan memperkuat gugus tugas pencegahan TPPO, baik di tingkat pusat maupun daerah,” ujar Woro di Jakarta Pusat, Selasa (30/7).
Dia menambahkan bahwa keberadaan gugus tugas sangat krusial karena dapat memfasilitasi kerja sama yang efektif dalam menangani kasus TPPO. Tanpa koordinasi yang baik, upaya pencegahan akan menjadi kurang efektif dan terkesan berjalan sendiri-sendiri. Harapan tinggi diberikan kepada kepolisian untuk mengawal gugus tugas nasional dan daerah.
Perencanaan pencegahan juga harus diperkuat, menurut Woro. Rencana aksi nasional yang baru harus disiapkan dengan matang, mempertimbangkan modus-modus baru dalam TPPO, dan diikuti dengan pelaksanaan yang solid. “Kelembagaan dan kebijakan harus diperkuat terlebih dahulu, kemudian barulah fokus pada pelaksanaan di tingkat komunitas,” tegasnya.
Dalam kesempatan tersebut, Plt Direktur Perlindungan dan Pemberdayaan Kawasan Asia dan Afrika BP2MI, Firman Yulianto, menambahkan bahwa tren TPPO di Indonesia memerlukan perhatian khusus, terutama di wilayah perbatasan yang rawan.
“Di perbatasan, perlu penguatan lebih lanjut. Ada pihak-pihak yang merasa banyak yang lolos, sehingga kami menjalin kemitraan dengan komunitas untuk membantu. Sosialisasi terus dilakukan, dan kami terus mengidentifikasi daerah-daerah yang masih memiliki celah,” jelas Firman.
Upaya memerangi sindikat penempatan ilegal pekerja migran Indonesia (PMI) mencakup perlindungan dan kesejahteraan PMI dan keluarganya, peningkatan tata kelola pemerintahan, serta peningkatan tata kelola organisasi yang efisien dan akuntabel. Firman juga menekankan pentingnya kewirausahaan sebagai langkah untuk meningkatkan taraf ekonomi PMI dan keluarganya.
“Kami telah membentuk relawan PMI di seluruh Indonesia sebagai bagian penting dari upaya ini. Ini akan membantu menghindari pekerja migran yang nonprosedural yang dapat berisiko menjadi korban TPPO,” pungkas Firman.