Pemerintah Larang Influencer untuk Mempromosikan Susu Formula Bayi
Pemerintah Indonesia telah mengeluarkan regulasi baru yang membatasi promosi susu formula (sufor) bayi sebagai bagian dari upaya mendukung pemberian air susu ibu (ASI) secara eksklusif selama 6 bulan pertama kehidupan bayi. Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 menetapkan berbagai batasan terkait promosi dan distribusi susu formula, termasuk melibatkan influencer atau pemengaruh media sosial.
Menurut Pasal 33 huruf d dalam PP tersebut, produsen dan distributor susu formula bayi serta produk pengganti ASI lainnya dilarang menggunakan tenaga medis, tenaga kesehatan, kader kesehatan, tokoh masyarakat, dan pemengaruh media sosial untuk memberikan informasi tentang susu formula bayi dan produk sejenis kepada publik. Ini merupakan langkah strategis untuk mengurangi pengaruh promosi susu formula yang dapat menghambat pemberian ASI eksklusif.
Selain itu, dalam Pasal 33 huruf c, peraturan ini melarang produsen susu formula dan distributor untuk melakukan pengiklanan produk mereka melalui media massa, baik cetak maupun elektronik, media luar ruang, dan media sosial. Hal ini bertujuan untuk mengurangi paparan iklan yang bisa mempengaruhi pilihan konsumen dan mengalihkan perhatian dari pentingnya ASI.
Lebih lanjut, Pasal 33 huruf a juga menegaskan larangan bagi produsen susu formula untuk memberikan contoh produk secara gratis, menawarkan kerjasama, atau bentuk apapun kepada fasilitas pelayanan kesehatan, tenaga medis, kader kesehatan, ibu hamil, atau ibu yang baru melahirkan.
Regulasi ini juga mencakup larangan bagi fasilitas pelayanan kesehatan, upaya kesehatan berbasis masyarakat, tenaga medis, tenaga kesehatan, dan kader kesehatan untuk memberikan susu formula bayi atau produk pengganti ASI yang dapat menghambat pemberian ASI eksklusif, kecuali dalam kondisi khusus seperti yang diatur dalam Pasal 24 dan Pasal 27.
Pasal 24 ayat (3) menyebutkan bahwa pemberian ASI eksklusif dapat dikecualikan jika ibu tidak ada atau terpisah dari bayi. Sementara Pasal 27 ayat (1) menetapkan bahwa dalam kondisi di mana ibu tidak dapat memberikan ASI karena indikasi medis atau karena ibu dan bayi terpisah, bayi dapat diberikan ASI dari donor.
Peraturan ini juga melarang rumah sakit untuk mempromosikan susu formula sebagai pengganti ASI. Pasal 31 ayat (2) dengan jelas menyatakan bahwa fasilitas pelayanan kesehatan, upaya kesehatan berbasis masyarakat, tenaga medis, tenaga kesehatan, dan kader kesehatan dilarang menerima atau mempromosikan susu formula bayi atau produk pengganti ASI.
Pemerintah menegaskan bahwa setiap bayi berhak mendapatkan ASI eksklusif sejak lahir hingga usia enam bulan, kecuali jika terdapat indikasi medis. ASI sebaiknya terus diberikan hingga bayi berusia dua tahun, disertai dengan makanan pendamping. Regulasi ini bertujuan untuk memastikan bahwa bayi mendapatkan nutrisi terbaik yang dapat mendukung pertumbuhan dan perkembangan mereka secara optimal.