Apakah Perempuan yang Memiliki Penghasilan Lebih Tinggi Rentan Menjadi Korban KDRT?
Menurut A. Kasandra Putranto, seorang psikolog klinis forensik dari Universitas Indonesia, masalah keuangan bukanlah satu-satunya penyebab KDRT kekerasan rumah tangga. Kasandra mengatakan bahwa ketidaksetaraan pendapatan antara suami dan istri dapat menyebabkan ketegangan, terutama ketika perempuan mendapatkan lebih banyak uang.
Psikolog menjelaskan, “Ketika seorang wanita memiliki penghasilan yang lebih tinggi dan suaminya memiliki penghasilan yang lebih rendah, yang paling umum terjadi biasanya suami merasa tidak aman, sehingga akhirnya berusaha untuk menunjukkan reaksi yang sifatnya ingin menunjukkan kekuasaan.”
Kasandra percaya bahwa menjalani komunikasi yang baik dan mempraktikkan toleransi di antara pasangan sangat penting untuk menghindari konflik yang dapat memicu kekerasan.
Dia menambahkan, “Ketika toleransi (dari salah satu pihak) rendah dan penerimaan (dari pihak lain) rendah, maka masalah ini otomatis akan bertambah.”
Kasandra menekankan bahwa kesenjangan pendapatan dapat menyebabkan konflik yang lebih serius jika sumber pendapatan keluarga hanya bergantung pada penghasilan istri. Selain itu, jika keluarga harus bertanggung jawab sebagai generasi “sandwich” untuk memenuhi kebutuhan orang tua dan anak-anak mereka, konflik dapat meningkat.
Kasandra mencatat bahwa faktor finansial bukan satu-satunya yang memengaruhi kekerasan dalam rumah tangga; tekanan dari keluarga dan masyarakat sekitar juga dapat menyebabkan kekerasan.
Menurutnya, ketika terberitahubahwa “oh suaminya di rumah, istrinya yang kerja kenapa istrinya yang kerja suaminya yang di rumah.” Metizen sering menjawab ya, yang dapat menimbulkan tekanan.
Komentar dan tekanan dari orang-orang di sekitar Anda dapat menyebabkan konflik, terutama ketika gaji istri lebih besar dari suami. Kasandra mengatakan bahwa jika tidak teratasi, konflik yang berkelanjutan dapat berubah menjadi kekerasan.
Kasandra menekankan bahwa pelaku kekerasan harus memiliki tekad dan niat yang kuat untuk mengubah perilaku mereka. “Yang paling penting itu ada niat nomor 1, kemudian ada semacam introspeksi diri, lalu melihat mau mengubah ke arah mana. Kalau perlu tentu dengan bantuan psikolog agar lebih lebih termonitor.”