Arus Masuk Barang Murah dari China Ancam Industri Lokal di RI
Produk manufaktur China terus membanjiri pasar domestik Indonesia, terutama dalam sektor tekstil dan keramik. Tren ini menimbulkan kekhawatiran mengenai kemampuan industri dalam negeri untuk bersaing. Selama bertahun-tahun, Indonesia telah mengalami lonjakan impor barang murah dari China, yang didorong oleh inovasi dan efisiensi tinggi dalam proses produksi China. Hal ini menjadikan produk-produk mereka semakin kompetitif di pasar Indonesia.
Ekonom Universitas Brawijaya, Wildan Syafitri, mengungkapkan bahwa perubahan cepat dalam selera pasar serta potensi pasar di masa depan dapat dengan mudah diadaptasi oleh industri manufaktur China, berkat infrastruktur yang kuat dan kemudahan investasi. Jika situasi ini terus berlanjut, ada risiko bahwa industri domestik akan semakin tertekan dan mungkin mengalami kemunduran. Wildan menyarankan agar industri dalam negeri perlu lebih cepat beradaptasi dengan tren pasar dan agar regulasi pemerintah dapat memberikan perlindungan terhadap serangan impor ini.
Dalam konteks ini, peran pemerintah menjadi sangat krusial untuk melindungi dan mempertahankan industri domestik. Wildan menekankan bahwa Kementerian Perdagangan harus meningkatkan standarisasi produk impor guna mengurangi dampak negatif dari arus masuk barang asing. Selain itu, Kementerian Keuangan diharapkan dapat memperketat kontrol bea masuk untuk komoditas tertentu, mengurangi fasilitas kredit impor, serta meningkatkan dukungan finansial untuk eksportir.
Regulasi yang efektif dapat membantu industri domestik tetap bertahan dan berkembang. Meskipun banyak tantangan yang dihadapi, Indonesia telah menunjukkan ketahanan yang mengesankan pasca-pandemi. Data dari World Bank menunjukkan bahwa dalam lima tahun terakhir, nilai tambah industri manufaktur (Manufacturing Value Added/MVA) Indonesia mengalami peningkatan signifikan.
Kinerja sektor industri pengolahan nonmigas pada triwulan pertama tahun 2024 juga menunjukkan hasil yang positif, berkontribusi sebesar 17,47% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) nasional dengan pertumbuhan mencapai 4,64%. Selain itu, sektor ini menyumbang penerimaan pajak terbesar hingga 26,9%.
Dalam hal ekspor, nilai pengiriman produk industri pengolahan nonmigas pada semester pertama tahun 2024 mencapai 91,65 miliar dolar AS, yang setara dengan 73,27% dari total ekspor nasional. Sektor ini juga menyerap tenaga kerja sebanyak 18,82 juta orang. Realisasi investasi di sektor industri manufaktur pada periode yang sama mencapai 38,73% dari total investasi, dengan nilai Rp155,5 triliun.
Wildan menjelaskan bahwa pencapaian ini didorong oleh kemampuan Indonesia untuk memanfaatkan krisis rantai pasokan global akibat perang Rusia-Ukraina, serta berkat peran pembangunan infrastruktur, investasi, dan peningkatan kapasitas sumber daya manusia (SDM). Dengan langkah-langkah yang tepat dari pemerintah dan adaptasi yang efektif dari industri domestik, Indonesia diharapkan dapat terus berkembang dan bersaing di pasar global.