BNPT Berharap Peran Guru sebagai Agen Pencegahan Radikalisme Terorisme di Lingkungan Sekolah
Menurut Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Republik Indonesia. Peran guru sangat penting untuk mencegah radikalisme terorisme di masyarakat dan di sekolah. Kasubdit Kontra Propaganda BNPT, Solihuddin Nasution, menyatakan bahwa keterlibatan guru sangat penting karena anak muda atau siswa sekolah. Seringkali menjadi sasaran utama kelompok teroris radikal yang berusaha menyebarkan paham kekerasan dan anti-NKRI.
Di Aula SMA 1 Palu, Sulteng, Solihuddin Nasution menyampaikan pernyataan tersebut saat membuka kegiatan pendidikan untuk guru yang bertujuan untuk mencegah radikal terorisme di satuan pendidikan. Dia mengatakan, “Dengan kegiatan ini, para guru diharapkan dapat menyampaikan informasi kepada siswa, keluarga, grup WhatsApp, dan tetangga, sehingga mereka dapat menjadi agen pencegahan radikal terorisme di lingkungan masyarakat.”
Solihuddin juga menyatakan bahwa, meskipun BNPT tidak dapat memberikan sosialisasi kepada semua guru di Indonesia. Kegiatan seperti ini merupakan langkah penting untuk mengajarkan guru tentang cara kelompok terorisme menargetkan sasaran mereka. Tidak hanya masyarakat umum, tetapi juga lapisan masyarakat yang berbeda, seperti profesor, rektor, militer, polisi, dan lain-lain, dapat terpapar oleh radikal terorisme.
Solihuddin menekankan temuan penelitian yang menunjukkan bahwa kelompok usia 13 hingga 32 tahun mengalami paparan yang paling besar. Akibatnya, kegiatan seperti ini terencana untuk dilakukan secara teratur sebagai upaya untuk memberikan “imunitas” kepada anak-anak didik agar tidak terpapar radikal terorisme.
BNPT mengucapkan terima kasih kepada semua yang berpartisipasi dalam upaya ini. Termasuk SMA 1 Palu yang telah membantu mewujudkan visi Sekolah Damai di Sulawesi Tengah. Solihuddin berharap semua sekolah menjadi Sekolah Damai bebas dari radikalisme, intoleransi, dan perundungan.
Sekretaris Dinas Pendidikan Sulawesi Tengah, Asrul Ahmad, menyambut baik kegiatan pelatihan ini. Ia menekankan bahwa tiga dosa besar dalam dunia pendidikan adalah intoleransi, kekerasan (termasuk kekerasan seksual), dan perundungan. Dengan kegiatan ini, ia berharap guru dapat lebih memahami hubungan antara radikal terorisme dan intoleransi dan bagaimana terorisme dapat masuk ke sekolah.