IDAI Mendorong Relawan Bencana untuk Tidak Meminta Korban Anak Berbagi Pengalaman
Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) mengingatkan para relawan bencana untuk tidak mengajukan pertanyaan kepada korban anak mengenai pengalaman mereka dalam menghadapi suatu bencana alam tertentu. Kurniawan Taufiq Kadafi, Ketua Satuan Tugas Penanggulangan Bencana IDAI, menyatakan bahwa tindakan tersebut dapat memicu trauma pada anak terkait bencana yang mereka alami.
“Mengingat kembali pengalaman seperti itu bisa memberikan tekanan psikologis pada anak,” katanya saat memperkenalkan buku “Panduan Penanggulangan Bencana” dalam acara daring di Jakarta, pada hari Jumat.
Kurniawan, yang juga merupakan penulis buku tersebut, menegaskan bahwa walaupun cerita tentang anak-anak yang selamat dari bencana alam sering kali menarik perhatian media, namun, cara memperoleh informasi tersebut tidak boleh dilakukan dengan langsung menanyai korban anak.
“Relawan tidak boleh bertindak sendiri, mereka harus menghubungi psikolog atau psikiater yang terlatih dalam penanganan bencana,” ucapnya.
Dia menjelaskan bahwa proses memperoleh informasi seringkali dilakukan berulang kali oleh orang yang berbeda, termasuk wartawan, relawan, dan sesama korban, yang dapat menyebabkan gangguan stres pascatrauma atau PTSD.
Kurniawan menekankan bahwa kondisi ini dapat membuat anak-anak di tempat pengungsian menjadi lebih pendiam, kesulitan makan dan tidur, yang pada akhirnya dapat memperburuk kesehatan mereka.
Mengingat Hari Kesiapsiagaan Bencana yang diperingati setiap tanggal 26 April, Kurniawan mengajak para relawan untuk fokus pada tugas mereka untuk membantu para korban bencana, baik secara moral maupun materiil.
Pendapat serupa juga disampaikan oleh Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy, yang menekankan pentingnya masyarakat memiliki sikap siaga dalam mengantisipasi berbagai kemungkinan bencana alam.
“Masyarakat perlu memiliki kesiapan untuk menyelamatkan diri dengan membangun rasa aman dan pertahanan diri di tengah kelompok masyarakat,” ujarnya (25/4).
Dengan memiliki dua hal tersebut, kata Muhadjir, masyarakat secara otomatis dapat mengenali risiko dan mengambil tindakan antisipatif terkait dampak bencana di manapun mereka berada.