Minyak jelantah, yang saat ini sedang berkembang di seluruh dunia, dapat menjadi sumber bahan bakar penerbangan berkelanjutan, menurut Putu Juli Ardika, Direktur Jenderal Industri Agro Kementerian Perindustrian (Kemenperin).
Ketika melepas ekspor pertama minyak jelantah yang dapat dilacak asal-usulnya di Jakarta pada hari Kamis, dia menyatakan bahwa minyak jelantah adalah bahan mentah yang memiliki nilai tambah, terutama sebagai bahan bakar avtur pesawat terbang dan juga dapat digunakan sebagai bahan bakar bio.
Pemerintah terus mendorong penggunaan dan pengolahan minyak jelantah sebagai bahan baku yang memiliki potensi industri, meskipun Putu mengakui bahwa industri pengolahan minyak jelantah masih berkembang.
Dia menyatakan bahwa industri pesawat terbang saat ini sedang menjajaki penggunaan bahan bakar hijau di Indonesia.
Saat ini, Kemenperin berkonsentrasi pada mendorong penggunaan minyak sayur industri (IVO), termasuk Fatty Acid Methyl Ester (FAME). Selain itu, beberapa proses sedang ditingkatkan untuk menghasilkan bahan bakar hijau atau bahan bakar yang mirip dengan minyak tetapi lebih baik karena tidak mengandung kontaminant seperti sulfur atau logam berat.
Minyak jelantah memiliki potensi besar sebagai biomaterial yang dapat berfungsi sebagai pengganti minyak bumi dalam industri oleokimia. Dengan demikian, minyak jelantah dapat digunakan sebagai bahan baku untuk berbagai produk, seperti tekstil dan plastik.
Namun, Putu juga mengingatkan bahwa pasokan minyak jelantah terus menghadapi masalah. Diharapkan bahwa Sistem Informasi Minyak Jelantah (Simijel) akan membantu meningkatkan tingkat pengumpulan minyak jelantah, yang saat ini hanya sekitar 8 persen. Ini akan memungkinkan pemanfaatan pasokan minyak jelantah yang lebih besar di dalam negeri.
Setiady Goenawan, Ketua Asosiasi Exportir Minyak Jelantah Indonesia (AEMJI), berharap recovery minyak jelantah Simijel akan meningkat dari 8 persen saat ini menjadi 20 persen pada tahun 2024. Ini akan membuat Indonesia lebih menarik untuk investasi dalam bahan bakar penerbangan berkelanjutan (SAF), yang bahan utamanya adalah minyak jelantah.
Untuk industri biofuel, minyak jelantah telah menjadi sumber utama bahan baku biofuel. Penggunaan minyak jelantah yang dapat ditelusuri menjadi standar baru dalam penerimaan produk ini di pasar Eropa dan Amerika Serikat karena emisi karbonnya yang sangat rendah, sesuai dengan prinsip ekonomi sirkular “dari sampah ke energi.”
Sangat penting bagi pembeli untuk memastikan bahwa minyak jelantah benar-benar berasal dari produksi minyak jelantah dan tidak dicampur dengan minyak segar atau minyak lainnya, termasuk sumber minyak jelantah yang ilegal.