KPU : Sistem E-Voting Pemilu Perlu Menyiapkan Infrastruktur dan Peraturan Hukum
Idham Holik, Komisoner KPU RI, menekankan pentingnya penerapan sistem pemungutan suara elektronik atau e-voting dalam pemilu. Dia juga menekankan bahwa persiapan yang matang diperlukan untuk beberapa hal penting, seperti infrastruktur digital, sumber daya manusia (SDM), dan perlindungan hukum yang sah.
“Hal tersebut memang sudah memungkinkan. Tapi tentunya harus kembali pada putusan Mahkamah Konstitusi, ada prasyarat yang harus dipenuhi, mulai dari persoalan cyber security, literasi digital pemilih, infrastrukturnya, dan lain sebagainya,” kata Idham Holik. Pernyataan ini disampaikan pada hari Jumat di Kantor KPU RI di Jakarta.
Dalam hal penggunaan teknologi informasi dalam pemilihan, Idham juga menekankan bahwa telah ada keputusan Mahkamah Konstitusi mengenai masalah ini. Bahkan Undang-Undang Pilkada, khususnya Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016, Pasal 85, Ayat 1 huruf C dan Ayat 2A, memungkinkan penggunaan sistem e-voting.
Namun, Idham mengatakan bahwa saat Indonesia memutuskan untuk menggunakan pemungutan suara elektronik dalam pemilu, banyak hal yang harus dipertimbangkan, terutama terkait dengan kerahasiaan di era digital. Ia mengatakan bahwa jejak digital atau digital footprint yang ditinggalkan oleh teknologi internet selalu perlu diperhatikan.
Selain itu, Idham menyatakan bahwa undang-undang khusus diperlukan untuk mengatur dan menjamin kerahasiaan suara pemilih jika pemerintah memutuskan untuk menerapkan pemilu berbasis e-voting. Salah satu prinsip penting dalam penyelenggaraan pemilu adalah kerahasiaan, yang, sesuai dengan konstitusi Indonesia, tercantum dalam Pasal 22E ayat 1 Undang-Undang Dasar 1945, melibatkan prinsip-prinsip langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, adil, dan luber jurdil.
Idham menekankan bahwa Indonesia harus mempertimbangkan fakta elektoral yang berbeda di negara lain, seperti larangan Mahkamah Konstitusi Jerman untuk menggunakan teknologi internet untuk pemungutan suara. Oleh karena itu, Indonesia harus berhati-hati saat menggunakan teknologi ini.
Ketua MPR RI, Bambang Soesatyo, sebelumnya menyarankan sistem e-voting untuk pemilu, menganggap demokrasi Indonesia mengalami stagnasi dan perlu bergerak menuju kematangan dan pendewasaan. Bambang Soesatyo mengutip kesuksesan Filipina dalam penerapan e-voting, di mana partisipasi publik meningkat menjadi 80%. Selain itu, ia mengacu pada kemampuan internet, yang mencakup hampir 80 persen dari populasi Indonesia, untuk memungkinkan pemilu digital yang lebih aman dan efektif untuk memenuhi aspirasi publik.