Luhut dan Sri Mulyani Luncurkan Sistem Canggih untuk Cegah Kebocoran Nikel dan Timah
Pemerintah Indonesia telah memperluas ekosistem Sistem Informasi Mineral dan Batubara Kementerian/Lembaga (Simbara), dari sebelumnya hanya mencakup komoditas batu bara, kini juga meliputi nikel dan timah. Perluasan ini diresmikan oleh Menteri Keuangan, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), serta Menteri Perhubungan.
Dalam acara peluncuran perluasan sistem Simbara untuk komoditas nikel dan timah yang berlangsung di Gedung Dhanapala, Jakarta pada Senin (22/7/2024), Direktur Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan, Isa Rachmatarwata, menjelaskan bahwa nikel dan timah dipilih karena nilai ekonominya yang signifikan bagi Indonesia, menyusul batu bara.
“Setelah keberhasilan Simbara dalam pengelolaan batu bara, kami memperluas sistem ini untuk mencakup nikel dan timah, mengingat peran strategis kedua komoditas ini dalam mendukung ekonomi domestik dan global,” ujar Isa.
Isa menambahkan bahwa Indonesia adalah produsen nikel terbesar di dunia dengan cadangan mencapai 21 juta ton, atau sekitar 24% dari total cadangan global. Untuk timah, Indonesia menempati posisi kedua di dunia dengan cadangan sebesar 800 ribu ton, setara dengan 23% dari cadangan global. Pada tahun 2023, produksi nikel Indonesia mencapai 1,8 juta metrik ton, menjadikannya sebagai produsen terbesar dengan kontribusi 50% dari total produksi global. Sementara itu, produksi timah Indonesia mencapai 78 ribu ton, menempatkannya di posisi kedua dunia dengan kontribusi 22% dari produksi timah global.
Dengan adanya Simbara, diharapkan tata kelola nikel dan timah akan semakin solid. Sistem ini bertujuan untuk mencegah penambangan ilegal, meningkatkan setoran penerimaan negara bukan pajak (PNBP), serta memastikan perusahaan membayar utangnya.
“Melalui Simbara, pemerintah berhasil mencegah kerugian akibat penambangan ilegal sebesar Rp 3,47 triliun, meningkatkan penerimaan negara dari analitik data dan risk profiling sebesar Rp 2,53 triliun, serta menyelesaikan piutang dengan sistem blocking otomatis Simbara senilai Rp 1,1 triliun,” ungkap Isa.
Simbara pertama kali diluncurkan pada 2022 untuk mengelola komoditas batu bara. Sejak saat itu, sistem ini telah mengalami penambahan integrasi proses bisnis, termasuk perizinan pelayaran di 28 pelabuhan dan perluasan penjualan batu bara domestik. Pada 2023, integrasi dilakukan pada 57 pelabuhan di Indonesia yang melayani pengapalan dan pelayaran batu bara, dengan menghubungkan sistem Inaportnet di Kemenhub dengan Simbara.
“Tahun ini, kami juga mengintegrasikan sistem SIINas di Kemenperin untuk hilirisasi nikel dan timah, mencakup proses bisnis di smelter. Ke depan, kami akan terus mengembangkan Simbara untuk mencakup komoditas lain seperti bauksit, emas, dan tembaga,” tambah Isa.