Menteri PPPA Membantah Peningkatan Kasus Perundungan di Pesantren
Bandung, Penjuru – Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), I Gusti Ayu Bintang Darmawati, menegaskan bahwa sinyalemen mengenai peningkatan kasus perundungan di pesantren bukanlah kenyataan, melainkan akibat dari dua faktor pendukung yang menjadi terungkapnya kasus tersebut di lapangan.
Menurutnya, faktor pertama adalah media sosial (medsos) yang mempermudah publik untuk mengetahui adanya perundungan. Sementara faktor kedua adalah keberanian korban atau keluarganya untuk melapor atas kasus yang terjadi.
“Realitas yang sebenarnya tidak menunjukkan adanya peningkatan kasus perundungan, namun sekarang kasus-kasus tersebut terungkap karena dampak medsos, dan karena korban atau keluarganya sudah berani melapor,” jelas I Gusti Ayu Bintang saat berkunjung ke Shelter Pattingalloang dan Kelompok Wanita Nelayan Fatimah Az-Zahra di Makassar pada Rabu (27/3).
Menurutnya, ruang-ruang pendidikan, terutama asrama atau pesantren, seharusnya menjadi tempat yang aman. Apalagi asrama yang memiliki basis agama, di mana para orang tua berharap anak-anak mereka dapat belajar dalam lingkungan yang aman dan nyaman.
“Mereka yang berada di pendidikan asrama berbasis agama tentu harapan para orang tua adalah agar anak-anak mereka dapat merasa aman dan nyaman,” tambahnya.
Khusus untuk kasus di pesantren, Menteri Bintang menjelaskan bahwa pihaknya telah melakukan koordinasi dengan Kementerian Agama (Kemenag), yang merupakan kementerian yang mengawasi pesantren.
“Koordinasi intensif sudah dilakukan dengan Kementerian Agama terkait perundungan dan kekerasan di pendidikan asrama berbasis agama,” katanya.
Menurutnya, upaya ini sangat penting karena penyelesaian masalah tidak hanya berkutat pada penanganan di tingkat bawah, namun juga perlu adanya langkah-langkah di tingkat yang lebih tinggi.
“Ketika kita bicara tentang penanggulangan kekerasan, kita tidak hanya fokus pada penyelesaian setelah terjadinya kekerasan, tapi juga pada pencegahan dari awal,” ungkapnya.
Oleh karena itu, ia menekankan bahwa penanganan masalah tersebut menjadi tanggung jawab Kementerian Agama untuk pendidikan asrama berbasis agama, sementara untuk satuan pendidikan formal menjadi tanggung jawab Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek).