Menurut Analis Bank Woori Saudara dan Pengamat Pasar Uang, Kenaikan Suku Bunga di Eropa Penyebab Pelemahan Rupiah Terhadap Dolar AS
Rully Nova, analis Bank Woori Saudara (BWS), mengatakan peningkatan kekhawatiran akan resesi global dan kenaikan suku bunga acuan di beberapa negara Eropa menyebabkan pelemahan nilai tukar Rupiah terhadap Dolar AS pada pembukaan perdagangan Senin pagi ini.
Saat diwawancarai oleh ANTARA di Jakarta pada hari Senin, dia menyatakan bahwa, karena tren peningkatan yield obligasi pemerintah AS dan indeks Dolar AS sebagai tempat perlindungan selama resesi, Rupiah masih akan menghadapi tekanan terhadap Dolar AS ke depan.
Rupiah melemah 42 poin atau 0,28 persen dari Rp14.998 per Dolar AS pada pembukaan perdagangan Senin pagi.
Sementara itu, Ariston Tjendra, pengamat pasar uang, mengatakan bahwa pelemahan Rupiah masih disebabkan oleh sentimen Federal Reserve, yang menunjukkan bahwa mereka akan menaikkan suku bunga acuan dua kali dan tidak akan memangkas suku bunga tahun ini karena inflasi masih belum mencapai target 2 persen.
Selain itu, pasar dianggap waspada terhadap kenaikan suku bunga acuan negara-negara tertentu, yang dapat menghambat pertumbuhan global.
Dia menyatakan bahwa pasar terus mengamati perubahan suku bunga acuan, tetapi sentimen tidak terlalu positif. Rupiah mungkin mengalami tekanan lebih lanjut terhadap Dolar AS.
Sebelumnya, Jerome Powell, Ketua Dewan Gubernur Federal Reserve (Fed), menunjukkan bahwa kenaikan suku bunga Fed belum selesai, membuat Rupiah tertekan pada Jumat (23/6).
Lukman menyatakan, “Testimoni kedua Powell lebih tegas dan hawkish. Investor melihat harapan untuk pelonggaran kebijakan suku bunga oleh bank sentral semakin menjauh.”
Menurutnya, karena inflasi secara umum tetap tinggi, harapan investor terhadap kebijakan suku bunga semakin berkurang.
Selain itu, dia menambahkan, “Sedangkan dalam kasus The Fed, mereka melihat inflasi inti yang sangat perlahan melambat dan masih berada di atas 5 persen.”