Bustami Zainudin, Ketua Panitia Khusus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (Pansus BLBI) Dewan Perwakilan Daerah (DPD), meminta Pemerintah untuk memberikan sanksi tegas kepada debitur atau obligor BLBI yang tidak memenuhi janji mereka untuk membayar utang yang terkait dengan dana BLBI.
Sanksi berat termasuk penyitaan semua aset, pemblokiran rekening, dan larangan anak dan keturunan mereka untuk berbisnis di Indonesia. Sanksi ini diberikan dengan tujuan membuat orang yang mengelak dari membayar utang negara tersebut dihukum.
Kami berpendapat bahwa orang-orang yang mengemplang BLBI harus di-blacklist dan dilarang berbisnis atau berusaha di Indonesia. Dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) di Jakarta pada hari Rabu, Bustami mengatakan, “Kami setuju bahwa sanksi berat diperlukan untuk efek jera bagi pengemplang BLBI.”
Selain memberikan sanksi tegas, Bustami juga meminta Pemerintah untuk meningkatkan kekuatan Tim Satuan Tugas (Satgas) BLBI. Ini penting karena masa kerja tim Satgas yang dibentuk pemerintah akan berakhir pada akhir tahun 2023.
Hal ini diperlukan agar tim Satgas dapat melakukan tindakan yang diperlukan sesuai dengan ketentuan hukum untuk menyelesaikan utang perbankan atau BLBI.
Dia juga menyatakan, “Kami berpendapat bahwa Satgas BLBI harus diberi lebih banyak otoritas untuk menagih kewajiban dari pihak perbankan yang masih menunggak.”
Menurut Bustami, Satgas BLBI gagal menangani klaim negara terhadap dana BLBI dengan baik. Ini terbukti oleh jumlah piutang negara pada obligor BLBI yang mencapai Rp30,47 triliun per 31 Desember 2022, sementara piutang negara pada debitur mencapai Rp38,90 triliun dan 4,54 miliar dolar AS.
Bustami meminta Satgas BLBI untuk bekerja keras dan menarik semua piutang negara sebelum masa tugas mereka berakhir karena masa tugas mereka hanya berlangsung hingga akhir tahun 2023.
Sebelum ini, Mahfud MD, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) RI dan Ketua Satgas BLBI, telah mengingatkan para debitur dan obligor tentang penerapan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2022 tentang Pengurusan Piutang Negara oleh Panitia Urusan Piutang Negara secara bertahap.
Ini berarti bahwa jika seseorang tidak memenuhi kewajiban pembayaran utang dan tidak bekerja sama, mereka akan dikenakan sanksi yang berbeda, termasuk pencabutan paspor, penutupan akses ke perbankan, pembekuan rekening bank, dan pembatasan aktivitas bisnis.
Menko Polhukam menjawab pertanyaan wartawan di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, pada hari Selasa (11/7) bahwa PP Nomor 28 Tahun 2022 sudah ada. Ini akan diterapkan bertahap sampai setidaknya menjadi jelas siapa yang memiliki utang berapa dan kapan harus membayar dengan cara apa.