Jakarta – Bukti konkret hubungan baik yang terjalin antara Indonesia dan Kamboja terlihat di Padepokan Pencak Silat Taman Mini Indonesia Indah (TMII), Jakarta.
Lokasi tersebut menjadi arena berlatih tim pencak silat Indonesia dan Kamboja, serta tim kun bokator Merah Putih dalam persiapan SEA Games XXXII/2023.
Dengan kata lain, ada tiga tim dari dua disiplin bela diri yang bersatu padu mengasah kemampuan di padepokan yang diresmikan Presiden Soeharto dan Ibu Tien Soeharto pada tahun 1997 tersebut.
Terlihat jelas kerukunan antara perwakilan atlet Indonesia dan Kamboja. Mereka saling mendukung satu sama lain. Pemandangan yang membuktikan olahraga bukan soal persaingan semata, lebih dari itu menjadi alat untuk lebih mengeratkan hubungan antar-bangsa.
“Apa yang saya lihat saat ini adalah arti SEA Games sesungguhnya yakni solidaritas, partisipasi, dan pertukaran budaya. SEA Games bukan sekadar olahraga, melainkan semangat solidaritas persaudaraan antara negara ASEAN yang kita bangun dan dapatkan,” kata Ketua Komite Olimpiade Indonesia (KOI/NOC Indonesia) Raja Sapta Oktohari yang menyaksikan langsung kerukunan tersebut pada Kamis.
Pencak silat merupakan bela diri asli Indonesia. Sementara kun bokator adalah martial arts dari Kamboja. Keduanya memiliki kesamaan karena merupakan bela diri yang sudah diakui oleh UNESCO sebagai intangible cultural heritage atau warisan budaya tak benda.
Kamboja sebagai tuan rumah memasukkan kun bokator dan pencak silat dalam sports program SEA Games edisi ke-32, dan disetujui Federasi SEA Games (SEAGF).
Dalam menyiapkan diri, Indonesia dan Kamboja sepakat saling membantu agar atletnya dapat tampil maksimal dengan melakukan pertukaran.
Kamboja menyediakan dua pelatih terbaik mereka untuk melatih atlet-atlet kun bokator Indonesia menuju SEA Games 2023. Pada sisi lain, atlet pelatnas pencak silat Kamboja melakukan training camp dengan mendapat pendampingan dari pelatih Indonesia.
Debutan
Atlet dari kedua negara ini sama-sama baru menekuni pencak silat dan kun bokator, tepatnya pada Oktober 2022. Meski begitu, baik Indonesia dengan kun bokator maupun Kamboja yang mempelajari pencak silat, dapat dengan cepat memahami setiap gerakan yang diberikan dari pelatih masing-masing.
Pelatih I kun bokator Indonesia Agus Nanang Sunarya mengatakan 21 atlet Indonesia tak kesulitan dalam mempelajari kun bokator. Sebab, secara umum memiliki banyak kesamaan dengan disiplin bela diri lainnya, seperti seni bela diri campuran (MMA), pencak silat, wushu, muay thai, dan lainnya.
“Kun bokator, yang membedakan hanya aturan. Kami telah didampingi pelatih asal Kamboja dan perkembangan atlet Indonesia begitu pesat. Jadi, kami optimistis bisa berbicara banyak di SEA Games Kamboja nanti,” kata Agus.
Dia juga menjelaskan untuk nomor tarung, perbedaan kun bokator dengan pencak silat terdapat pada serangan kepala. Dalam kun bokator serangan baik itu berupa pukulan atau tendangan ke arah kepala adalah legal, sedangkan di pencak silat tidak diperbolehkan.
“Serangan ke kepala itu memiliki poin tinggi yakni tiga, baik pukulan atau tendangan yang memberikan efek untuk lawan. Namun untuk bagian kepala belakang hingga ke tulang ekor itu tidak boleh. Serangan ke badan dan bantingan itu memiliki tiga poin,” ujar Agus.
Pada sisi lain, Pelatih tim pencak silat Kamboja Lutfan Budi Santosa mengatakan lebih dari 20 atlet Kamboja yang menimba ilmu di Tanah Air pada awal kedatangannya sama sekali belum mengetahui dasar-dasar dari seni bela diri asli Indonesia ini.
Lutfan ditunjuk Persekutuan Pencak Silat Antarbangsa (Persilat) dan Ikatan Pencak Silat Indonesia (IPSI) untuk membimbing para atlet Kamboja. Dia bertugas bersama dua pelatih asal Indonesia lainnya yakni Nunu Nugraha dan Pujo Janoko.
Para atlet Kamboja dipersiapkan turun di 12 nomor tanding putra dan putri, serta 12 nomor seni putra dan putri. Selain tiga pelatih dari Indonesia, ada juga dua pelatih asal Kamboja.
“Tim Kamboja sudah sekitar 3 bulan training camp di sini (Padepokan Pencak Silat TMII). Progresnya sudah mulai terlihat. Kami mulai dengan teknik dasar dan kini sudah teknik pematangan. Fisik juga yang awalnya kurang, kini membaik. Tiga bulan ke depan tinggal memaksimalkan, ” ujar Lutfan menambahkan.
Terjalin sejak lama
Indonesia dan Kamboja memang sudah lama menjalin hubungan yang akrab. Berdasarkan laman resmi Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia, hubungan dengan Kamboja secara sosial budaya sudah terjalin sejak abad ke-9 dan ke-10 pada masa Dinasti Syailendra berkuasa pada zaman Kerajaan Mataram di Jawa dan Dinasti Jayawarman II pada masa Kerajaan Angkor di Kamboja.
Candi Borobudur di Jawa yang selesai dibangun pada awal abad ke-9 sering dianggap mempunyai pertalian budaya dengan Candi Angkor Wat yang dibangun pada abad ke-12.
Kemudian hubungan makin erat dengan diawali pertemuan pertama kali antara Presiden pertama Indonesia Soekarno dan Raja Kamboja Norodom Sihanouk pada Konferensi Asia-Afrika di Bandung, Jawa Barat, pada 1955.
Indonesia pada Maret 1962, mengirim Mayor Jenderal (Purn. ) Abdul Karim Rasyid sebagai Duta Besar RI Pertama untuk Kamboja. Hubungan bilateral Indonesia-Kamboja sangat baik di berbagai bidang. Kamboja dalam berbagai hal menempatkan Indonesia sebagai contoh model dalam pembangunan negaranya.
Kini, bukti keakraban Indonesia dan Kamboja makin tampak jelas dengan saling mendukung peningkatan kemampuan atlet pencak silat dan kun bokator di masing-masing negara.
Tentu saja, bukan hanya antara Indonesia dan Kamboja. SEA Games juga telah terbukti membantu meningkatkan kerja sama, pemahaman, dan hubungan antarnegara di kawasan Asia Tenggara.
Adapun bagi Kamboja, ini merupakan kali pertama menjadi tuan rumah SEA Games yang akan mempertandingkan/melombakan 36 cabang olahraga, 47 disiplin, dan 581 nomor pertandingan.