Guru Honorer Indonesia : Gaji Rendah dan Pemecatan Tanpa Keadilan
Meliana, seorang guru honorer di Jakarta, telah mengabdikan dirinya dalam dunia pendidikan sejak 2019 meskipun gaji yang diterimanya jauh dari Upah Minimum Regional (UMR) DKI Jakarta. Awalnya, gajinya hanya Rp2 juta setiap tiga bulan, seringkali dengan keterlambatan pembayaran hingga lima bulan.
Gaji Meliana berasal dari dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS), yang besarnya ditentukan oleh masing-masing sekolah. Meskipun gaji bertahap naik menjadi Rp4,6 juta, ia mengalami kesulitan saat harus mengembalikan sebagian uang tersebut untuk keperluan sekolah, meski gaji yang tercatat lebih rendah.
Meskipun menghadapi tantangan besar, Meliana tetap melanjutkan pekerjaannya di beberapa sekolah, termasuk salah satu SDN di Jakarta Barat. Setiap hari, ia menghabiskan waktu berjam-jam dalam perjalanan menggunakan KRL dari Jakarta Timur, dimulai dari jam 4 pagi, hanya untuk memastikan tidak terlambat mengajar.
Meski ada kesempatan untuk mengajar lebih dekat dengan rumahnya di sebuah SD swasta di Jakarta Timur, Meliana memilih tinggal di SDN negeri karena melihat potensi dan kebutuhan yang lebih besar di sana. Dia bahkan memiliki rencana untuk mendaftar sebagai guru PPPK pada Desember 2024.
Namun, perjalanan karirnya tiba-tiba terhenti ketika dia dipecat secara sepihak oleh sekolah tempatnya mengajar. Nomor Dapodiknya juga dinonaktifkan, menghalangi kesempatannya untuk mengajar kembali atau mendaftar sebagai PPPK Guru.
Meliana bukan satu-satunya yang mengalami nasib ini. Banyak guru honorer lainnya, termasuk Kirana, mengalami pengalaman serupa di Jakarta, yang menunjukkan dampak buruk dari kebijakan penataan atau ‘cleansing’ yang diterapkan oleh Dinas Pendidikan DKI Jakarta. Meskipun Disdik menyebut bahwa langkah tersebut berdasarkan temuan BPK untuk memastikan ketertiban, banyak guru merasa bahwa keputusan ini tidak memperhatikan kondisi riil di lapangan dan sulit dipahami.
Kisah Meliana dan Kirana menyoroti tantangan yang dihadapi guru honorer di Indonesia, termasuk rendahnya penghargaan dan perlindungan terhadap mereka. Semoga ada solusi yang dapat memperbaiki kondisi ini agar guru-guru honorer bisa mendapatkan perlakuan yang lebih adil dan layak atas dedikasi mereka dalam mendidik generasi masa depan Indonesia.