Kemenag : Tidak Boleh Ada “Ruang Gelap” untuk Mencegah Kekerasan di Pesantren
Kementerian Agama menegaskan bahwa tidak boleh ada “ruang gelap” dalam pendidikan, termasuk pesantren, untuk mencegah kekerasan fisik, seksual, maupun verbal.
Hal ini diungkapkan M. Ali Ramdhani, Dirjen Pendidikan Islam Kementerian Agama, dalam keterangannya di Jakarta pada hari Rabu.
Menurut Dhani, “ruang gelap” yang dimaksud adalah metafora untuk hubungan kuasa yang kuat antara santri dan kiainya atau pimpinan pesantren, yang kadang-kadang membuat santri terisolasi dalam lingkungan yang tidak dapat diakses oleh orang lain, termasuk orang tua.
Meskipun privasi lingkungan pesantren sangat penting untuk proses pembelajaran yang lancar, pendidikan harus tetap terbuka.
“Dengan menghilangkan ini, kita berharap membangun hubungan yang lebih baik,” kata Dhani. Tidak boleh ada kekerasan dari senior ke junior, meskipun ada relasi kuasa yang baik.
Ia percaya bahwa dengan menghapus “ruang gelap” di institusi pendidikan, tingkat kekerasan dapat dikurangi.
Dhani mengimbau orang tua untuk lebih berhati-hati saat memilih pesantren untuk pendidikan anak-anak mereka terkait kasus santri yang meninggal diduga akibat kekerasan terhadap senior di Kediri.
Selain itu, dia menyatakan bahwa hal pertama yang harus dipertimbangkan saat memilih pondok pesantren adalah bahwa pesantren tidak boleh memutuskan hubungan antara orang tua dan santri.
Dhani menekankan bahwa pendidikan yang berkualitas akan muncul dalam lingkungan yang kondusif. Pesantren dan pembinaan orang tua memainkan peran penting dalam proses pembelajaran.
Dia menyatakan bahwa orang tua memiliki hak yang kuat untuk mengawasi perkembangan anak-anak mereka, terutama anak-anak yang belum dewasa.
Pemerintah berkomitmen untuk memastikan bahwa lingkungan pendidikan, termasuk di pesantren, menjadi tempat yang aman dan transparan bagi para santri, dengan menghapuskan “ruang gelap” sehingga kekerasan dapat dicegah secara efektif.