Jakarta – Kementerian Kesehatan RI bekerja sama dengan Badan Energi Atom Internasional (International Atomic Energy Agency/IAEA) mengembangkan akses layanan radioterapi untuk pemulihan kesehatan pasien kanker di Indonesia.
Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kemenkes RI Siti Nadia Tarmizi yang dikonfirmasi di Jakarta, Minggu, mengatakan layanan tersebut ditandai penandatanganan kerja sama antara Menteri Kesehatan RI Budi Gunadi Sadikin dengan Director General IAEA Rafael Mariano Grossi di Dubai, Uni Emirat Arab, Minggu.
Kemenkes melaporkan kasus kanker baru di Indonesia setiap tahun berkisar 396.914 kasus dengan laju kematian 234.511 jiwa. Jumlah kasus prevalensi selama lima tahun berkisar 946.088 kasus.
Sementara kapasitas layanan radiologi yang kini tersedia di Indonesia baru mencakup 20 persen dari kebutuhan tahunan secara nasional. Kondisi itu memicu waktu tunggu yang lama bagi pasien dalam memperoleh layanan diagnosis dan pengobatan kanker.
Kemenkes menjalin kerja sama dengan IAEA karena dinilai berpengalaman selama enam dekade dalam membantu negara-negara melawan kanker melalui saran teknis, penyediaan peralatan yang relevan untuk diagnostik, pengobatan nuklir, dan radioterapi.
IAEA juga dilengkapi tenaga ahli dalam melatih staf mengenai aspek klinis yang relevan serta penggunaan yang aman, terjamin, dan efektif, mulai dari peralatan, memberikan layanan penjaminan mutu, hingga mendukung penelitian.
Dalam pertemuan para pakar IAEA pada 13-24 Maret 2023, diterbitkan draf rekomendasi yang mencakup enam poin utama bagi Indonesia dalam pengembangan layanan radiologi di Tanah Air.
Pada tahap perencanaan, dibutuhkan investasi untuk proton beam dalam upaya meningkatkan akses layanan radioterapi di Indonesia yang saat ini masih rendah.
IAEA juga berkomitmen memasok pengadaan massal berupa alat ET-Scan, cyclotron, serta regulasi radioaktif atau radiofarmaka melalui skema pembiayaan pemerintah.
IAEA juga mendorong desain dan pembangunan bunker berstandar internasional melalui kerja sama Kemenkes dan Badan Pengawas Tenaga Nuklir (Bapeten).
Realisasi pembangunan bunker hingga pembelian alat, dan proses perizinan dapat diselesaikan paling lambat hingga akhir 2023.
Masukan lainnya adalah kebutuhan sumber daya manusia (SDM) di bidang teknologi terapi radiologi, fisikawan medis, spesialis onkologi radiasi, spesialis kedokteran nuklir, dan radiofarmasis.
Kemenkes juga didorong untuk membentuk pusat pelatihan regional untuk program pengembangan kapasitas, kurikulum dan pelaksanaan pelatihan yang dipandu oleh organisasi profesi dengan mengacu pada kurikulum IAEA.