Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) pada September 2022, jumlah orang miskin di Indonesia mencapai 26,36 juta orang, atau 9,57% dari total penduduk, naik sebesar 0,20 juta orang dibandingkan dengan Maret 2022.
Menurut Kepala BPS, Margo Yuwono, kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) menyebabkan garis kemiskinan (GK) meningkat sebesar 5,95%, yang merupakan nilai pengeluaran minimum untuk tidak dianggap miskin. GK meningkat dari Rp505.468 per bulan pada Maret 2022 menjadi Rp535.547 per bulan pada September 2022.
Selain kenaikan harga BBM, ada peningkatan jumlah penduduk miskin karena banyaknya PHK yang terjadi antara Maret dan September 2022 di sektor padat karya seperti teknologi, tekstil, dan alas kaki.
Pada tahun 2022, perekonomian Indonesia menghadapi banyak masalah, termasuk pemulihan yang belum sepenuhnya dari pandemi COVID-19 dan peningkatan inflasi yang disebabkan oleh perang di Ukraina dan kenaikan harga komoditas global, terutama pangan dan energi.
Namun, dibandingkan dengan saat pandemi COVID-19, jumlah penduduk miskin dan persentasenya telah menurun pada September 2022. Pada September 2020, jumlah penduduk miskin mencapai 27,55 juta orang, atau sekitar 10,19 persen dari total penduduk.
Menurut Febrio Kacaribu, Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan, keputusan pemerintah untuk meningkatkan subsidi dan kompensasi energi adalah faktor utama yang mencegah tingkat kemiskinan naik pada September 2022.
Realisasi subsidi dan kompensasi energi pada tahun 2022 meningkat tiga kali lipat dari asumsi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2022 sebesar Rp192,7 triliun. Realisasi ini juga meningkat dari perubahan APBN 2022 melalui Peraturan Presiden Nomor 98 Tahun 2022 sebesar Rp502,3 triliun.
- Penghapusan kemiskinan ekstrem berlanjut
Presiden Jokowi menetapkan Instruksi Presiden Nomor 4 Tahun 2022 tentang Percepatan Penghapusan Kemiskinan Ekstrem pada tahun 2022 sebagai dasar komitmen pemerintah untuk terus menurunkan tingkat kemiskinan hingga mencapai 0 persen pada tahun 2030.
Hal ini sesuai dengan tujuan pembangunan berkelanjutan, atau Sustainable Development Goals (SDGs), yang ditetapkan oleh PBB.
Presiden Jokowi juga menginstruksikan seluruh jajarannya untuk mempercepat penghapusan kemiskinan ekstrem secara tepat sasaran melalui kebijakan yang meliputi penurunan beban pengeluaran masyarakat, peningkatan pendapatan masyarakat, dan penurunan jumlah kelompok masyarakat yang tergolong miskin.
Pemerintah Indonesia juga bertujuan untuk mempercepat pengentasan kemiskinan ekstrem melalui Inpres Nomor 4 Tahun 2022 hingga mencapai 0% pada tahun 2024.
Menteri Sosial Tri Rismaharini berharap angka kemiskinan ekstrem dapat ditekan hingga 0 persen pada tahun 2024. Saat ini, tingkat kemiskinan ekstrem mencapai 1,74 persen, yang berarti sekitar 5,5 juta orang Indonesia masih hidup dalam kondisi miskin ekstrem.
Pemerintah sedang menyempurnakan data masyarakat miskin yang dikomunikasikan antara Bidang Perekonomian dan Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan.
Diharapkan data masyarakat miskin yang digabungkan dari berbagai lembaga dan kementerian akan memungkinkan penetapan sasaran kebijakan pemerintah untuk mengentaskan kemiskinan ekstrem dengan lebih akurat.
Selain itu, pemerintah telah meluncurkan tiga program kebijakan langsung yang ditujukan kepada penduduk miskin. Program-program ini termasuk menyediakan kebutuhan pokok, membangun sistem jaminan sosial melalui Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS), mendorong budaya usaha melalui pengembangan UMKM, dan memberikan Kredit Usaha Rakyat (KUR).
- Pengentasan kemiskinan pada 2024
Pemerintah berharap untuk mengakhiri kemiskinan ekstrem pada tahun 2024 dan menekan tingkat kemiskinan umum menjadi 7,5 hingga 6,5 persen.
Seorang ekonom dari Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia, Yusuf Rendy Manilet, mengatakan bahwa ada kemungkinan bahwa jumlah orang miskin akan berkurang pada tahun 2024. Namun, dia mengatakan bahwa pemerintah harus melakukan lebih banyak upaya untuk mencapai target tersebut, terutama dengan memperbaiki data detail tentang penduduk miskin.
Perencanaan program pengentasan kemiskinan harus didasarkan pada tingkat kemiskinan di setiap daerah, sehingga program dapat disesuaikan dengan kebutuhan yang berbeda.
Menurutnya, peran pemerintah daerah juga akan sangat penting, terutama dalam membantu pendataan secara menyeluruh, sehingga hal ini dapat membantu Pemerintah Pusat dalam merencanakan penyaluran bantuan sosial baik untuk tahun ini maupun tahun 2022.
Tingkat kemiskinan pada September 2022 belum mencapai tingkat sebelumnya sebelum pandemi COVID-19, mencapai 9,22%, atau sekitar 24,78 juta orang.
Ini karena perekonomian belum pulih sepenuhnya ke level sebelum pandemi COVID-19, yang ditunjukkan oleh tingkat pengangguran yang tinggi.
Tingkat pengangguran terbuka (TPT) pada Agustus 2022 mencapai 5,86 persen. Ini lebih tinggi dari TPT pada Agustus 2019 sebelum COVID-19, yang mencapai 5,28 persen.
Oleh karena itu, Yusuf Rendy Manilet berpendapat bahwa pada tahun 2024, pemerintah juga harus menjaga aktivitas ekonomi dan pertumbuhan nasional agar penduduk miskin dapat terserap dalam lapangan kerja dan meningkatkan kualitas hidup mereka.
Sehingga kemiskinan ekstrem dapat ditekan hingga nol persen pada tahun 2024, berbagai kementerian dan lembaga pemerintah harus melakukan kebijakan pengentasan kemiskinan secara terintegrasi.
Dia mengatakan, “Pada tahun 2024, kita mengetahui bahwa Pemerintah mengalokasikan dana bantuan sosial yang relatif lebih besar dibandingkan dengan tahun 2023, sehingga ini akan menjadi faktor pendorong penurunan jumlah penduduk miskin.”
Diharapkan jumlah penduduk miskin akan berkurang setelah penerapan kebijakan-kebijakan tersebut.