Pemerintah Kabupaten Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta, Menduga Tradisi Brandu atau Porak Menyebabkan Antraks Menyebar ke Manusia.
Pemerintah Kabupaten Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta, menduga bahwa tradisi brandu atau porak masyarakat setempat menyebabkan penyebaran penyakit antraks ke manusia. Tradisi ini telah ada sejak lama di masyarakat Gunungkidul, kata Wakil Bupati Heri Susanto.
Pemerintah Kabupaten Gunungkidul telah melakukan edukasi dan sosialisasi kepada masyarakat agar tidak mengonsumsi daging hewan ternak yang sakit atau mati. Selain itu, tradisi brandu atau porak sering terjadi ketika hewan ternak sakit atau mati, dan dagingnya dipotong dan dijual untuk mengurangi kerugian pemilik ternak.
Saat ini, pemerintah Kabupaten Gunungkidul sedang menyusun penelitian tentang hewan ternak yang meninggal karena penyakit agar intervensi dapat dilakukan segera. Selain itu, pemerintah juga sedang mengevaluasi dan mengembangkan kebijakan khusus untuk mengakhiri tradisi atau budaya brandu yang ada di masyarakat.
Pemerintah Kabupaten Gunungkidul sedang bekerja untuk memberikan kompensasi kepada pemilik ternak yang kehilangan ternaknya karena penyakit, terutama antraks. Mereka juga sedang mempersiapkan skema bantuan premi asuransi ternak. Fakta di lapangan menunjukkan bahwa daging hewan ternak yang mati karena penyakit atau virus tidak akan berdampak pada manusia jika tidak dimakan, kata Heri Susanto.
Pemerintah Kabupaten Gunungkidul juga memperketat lalu lintas masuk dan keluar. Hewan ternak yang keluar dari Gunungkidul harus dilengkapi dengan surat keterangan kesehatan hewan yang dikeluarkan oleh Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan (SKKH) untuk memastikan bahwa hewan tersebut sehat dan aman.
Di Padukuhan Jati, Desa/Kalurahan Candirejo, terjadi kasus antraks yang menyebabkan satu orang meninggal dunia dan 87 orang lainnya dinyatakan terinfeksi.