Pemerintah Indonesia mengusulkan mekanisme penanganan wabah yang lebih komprehensif berdasarkan pengalaman pandemi COVID-19 dalam Rancangan Undang-Undang Kesehatan Omnibus Law. Ini diungkapkan dalam Dialog Forum Legislasi di Jakarta oleh Siti Nadia Tarmizi, pejabat Kementerian Kesehatan RI, Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik.
Lebih dari 350 pasal dalam RUU Kesehatan membahas cara menangani wabah. Pasal-pasal tersebut dibagi menjadi tiga fase: kewaspadaan, penanganan, dan pascawabah, serta KLB (Kejadian Luar Biasa).
RUU Kesehatan menyatakan bahwa wabah dan KLB mencakup penyakit menular dan tidak menular yang baru, penyakit yang kembali muncul, dan penyakit endemis yang mengalami peningkatan dua kali lipat dari kasus biasa, menurut Nadia.
RUU Kesehatan juga memperhatikan kebutuhan sumber daya manusia (SDM) di bidang kesehatan yang dapat diaktifkan di luar sistem kesehatan yang ada oleh masyarakat dan tenaga kesehatan. Mahasiswa, relawan, dan anggota Tim Cadangan Tenaga Kesehatan, misalnya
Nadia juga mengatakan bahwa RUU Kesehatan mewajibkan seluruh fasilitas layanan kesehatan, termasuk rumah sakit swasta, untuk menangani wabah dan KLB. Hal ini dilakukan untuk mengatasi kasus di mana beberapa rumah sakit menolak menerima pasien COVID-19 selama pandemi karena kekurangan sarana dan prasarana. RUU tersebut meminta semua fasilitas kesehatan menangani wabah dan KLB.
Selain itu, RUU Kesehatan mengatur tugas penjaga pintu masuk negara dalam skrining kesehatan. Mereka ditugaskan untuk memantau Deklarasi Kesehatan dan Kekarantinaan Kesehatan pelaku perjalanan untuk mencegah penyebaran penyakit dari luar negeri.
Dengan mengatur berbagai elemen mulai dari definisi, penanggulangan, kewaspadaan, hingga tahap pascanya, RUU Kesehatan ini membuat penanganan wabah dan KLB menjadi lebih komprehensif.
Dengan mematuhi protokol kesehatan yang berlaku, RUU Kesehatan juga mendorong masyarakat untuk berpartisipasi dalam memerangi rantai penularan penyakit.