Dwikorita Karnawati, Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), menekankan bahwa ancaman krisis pangan sebagai akibat dari perubahan iklim bukanlah isapan jempol. Menurut Dwikorita dalam sebuah pernyataan tertulis yang diterima di Jakarta pada hari Jumat, percepatan perubahan iklim berdampak negatif pada ketahanan pangan nasional, mengakibatkan kegagalan tanam dan penurunan hasil panen.
Suhu Bumi saat ini meningkat sebesar 1,2 derajat Celsius di seluruh dunia. Meskipun angka ini mungkin terlihat kecil, faktanya itu adalah peningkatan yang signifikan. Dwikorita menyatakan bahwa pemanasan global ini menyebabkan fenomena ekstrem dan bencana hidrometeorologi.
Dwikorita menyatakan dalam Focus Group Discussion (FGD) Perhimpunan Agronomi Indonesia di Jakarta pada hari Kamis bahwa prediksi Organisasi Pangan dan Pertanian Dunia (FAO) bahwa kelaparan akan terjadi pada tahun 2050. Jika tidak ada tindakan nyata untuk mengatasi krisis iklim, keadaan ini mengancam Indonesia dan negara-negara berkembang serta seluruh negara di dunia.
Dia menambahkan, “Diperkirakan pada tahun 2050, jumlah penduduk dunia akan mencapai 10 miliar. Jika ketahanan pangan negara-negara di seluruh dunia lemah, maka akan terjadi kelaparan akibat penurunan produksi pangan yang disebabkan oleh perubahan iklim.”
Dwikorita menyatakan bahwa banyak orang berpendapat bahwa Indonesia belum begitu terpengaruh oleh ancaman perubahan iklim dan krisis pangan karena sumber daya alam yang cukup dan kondisi geografis yang memungkinkan pertanian dilakukan sepanjang tahun. Namun, Indonesia mungkin terlambat untuk mengantisipasi bencana kelaparan pada tahun 2050 jika situasi iklim global saat ini tidak dihadapi dengan serius. Peningkatan populasi di Indonesia bersamaan dengan stagnasi produksi pangan merupakan tantangan besar bagi ketahanan pangan nasional.
Selain itu, Dwikorita menyatakan bahwa kerugian ekonomi Indonesia akibat dampak perubahan iklim dapat mencapai Rp544 triliun dalam periode 2020–2024 jika tidak ada intervensi kebijakan. Oleh karena itu, kebijakan ketahanan iklim harus menjadi prioritas utama untuk mencegah kerugian ekonomi sebesar Rp281,9 triliun hingga tahun 2024.